"Seperti sikap saat persidangan BN (Baiq Nuril) korban kekerasan seksual yang seharusnya dilindungi. MA seharusnya terapkan PERMA 3 Tahun 2017, pedoman hakim menangani kasus perempuan berhadapan dengan hukum," kata komisioner Komnas Perempuan Nurherawati kepada detikcom, Minggu (11/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kembali ke kasus Nuril, menurut Sri, MA kurang memperhatikan PERMA tersebut ketika menjatuhkan putusan. Padahal, Perma nomor 3 tahun 2017 itu merupakan pedoman hakim dalam mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum.
"PERMA menjadi pedoman bagi hakim dalam implementasi Cedaw dalam upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Soal bagaimana hakim menggunakan perspektif HAM dan gender dalam pemeriksaan perempuan berhadapan dengan hukum," ujar dia.
Baca juga: Perjuangan Bu Nuril Belum Usai |
Cedaw yang dia maksud adalah Committee on the Elimination of Discrimination against Women atau Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Untuk itu, Komnas Perempuan akan memberikan masukan ke MA RI terkait kasus ini, khususnya kelompok kerja perempuan dan anak.
"Komnas Perempuan akan memberi masukan MA RI, terutama Pokja Perempuan dan Anak," imbuhnya.
Kasus yang bikin heboh tahun 2017 lalu bermula ketika Baiq Nuril yang merupakan staf honorer di SMAN 7 di Mataram merekam pembicaraan M dengan dirinya pada 2012.
M sendiri adalah atasan Nuril, yang juga Kepala SMAN 7. Dalam percakapan itu, M menceritakan hubungan badannya dengan seorang perempuan. Belakangan, percakapan itu terbongkar dan beredar di masyarakat. M tidak terima dan melaporkan Nuril ke polisi pada 2015.
Setelah dua tahun berlalu, Nuril diproses polisi dan ditahan sejak 27 Maret 2017. Nuril disangkakan melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE. Dia pun ditahan di tingkat penyidikan hingga persidangan.
Sejumlah aktivis membuat gerakan #SaveIbuNuril. Koordinator #SaveIbuNuril, Joko Jumadi, mengatakan Ratusan LSM menyampaikan dukungan serta jaminan penangguhan penahanan Bu Nuril, Dia tidak tega melihat anak Nuril yang terlantar karena ibunya ditahan.
Pada Juli 2017, PN Mataram membebaskan Baiq Nuril. Hakim PN Mataram menilai perbuatan Nuril tidak melanggar UU ITE di pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) sebagaimana dakawaan jaksa. Namun di tingkat kasasi Nuril divonis penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Namun pada 26 September 2018, nasib Nuril berubah total. Aroma kebebasan yang dia rasakan dikandaskan majelis kasasi. Lewat kuasa hukumnya, Nuril menegaskan akan melawan kasasi tersebut di tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Saksikan juga video 'Mereka yang Terjerat UU ITE Karena Postingan di Medsos':
(ibh/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini