Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ahmad Basarah saat memberikan ceramah kebangsaan dan Pancasila. Acara seminar bertajuk "Pemuda dan Tantangan Membumikan Pancasila di Zaman Now" itu digelar di Hotel Selecta, Kota Batu, Jawa Timur, Selasa (6/11/2018).
"Karena itulah diperlukan filter kuat terhadap ideologi transnasional tersebut. Mengapa ikan di laut tidak asin rasanya? Karena ikan memiliki insang yang merupakan filter. Begitu juga dengan generasi muda, harus memiliki filter, harus memiliki saringan agar ideologi transnasional tidak mudah masuk dan mempengaruhi pola pikir generasi muda," ujar Basarah dalam keterangan tertulis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Basarah menjelaskan bahwa kedua ideologi besar tersebut adalah liberalisme dan fundamentalisme pasar serta fundamentalisme agama. Keduanya telah dengan nyata bekerja di Indonesia.
Menurutnya, paham fundamentalisme yang bersumber dari paham individualisme dan liberalisme menegaskan kepentingan komunal serta mengedepankan kepentingan individu. Salah satu cara bekerja ideologi liberalisme, lanjutnya, adalah dengan adanya kampanye LGBT dan pernikahan sejenis atas nama Hak Azasi Manusia (HAM).
"Tren dunia menunjukkan sudah ada 10 negara dunia yang melegalkan pernikahan sejenis. Bahkan fenomena di Malang sendiri dengan jelas di jejaring sosial bergentayangan akun-akun dan grup yang vulgar mempertontonkan hubungan LGBT," terang Basarah.
Di sudut lain, lanjutnya, funadamentalisme dan radikalisme berbasis agama juga muncul. Hal ini bukan hanya sebatas isapan jempol melainkan telah nyata-nyata dan terlihat.
Berbagai temuan lembaga survei nasional menunjukkan dengan jelas sikap dan pandangan pelajar serta guru agama yang cenderung bersikap intoleran. Sebagai contoh, ia memaparkan temuan survei PPIM UIN Jakarta tahun 2018 menunjukkan 63,07% guru muslim memiliki opini intoleran terhadap agama lain.
Ia juga menyebut adanya temuan survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa 76,2% guru agama Islam setuju dengan penerapan syariat Islam di Indonesia.
"Tingkatan ekstrimisme yang paling parah dan sudah menjadi fakta di tanah air adalah berbagai rentetan tindakan tindak pidana terorisme di Tanah Air. Kita tentu saja masih ingat bagaimana kejadian pengeboman di Surabaya yang dilakukan oleh satu keluarga," terang mantan Sekjen Presidium GMNI periode 1996-1999 tersebut.
Untuk diketahui, acara sosialiasi Empat Pilar tersebut dibuka oleh Walikota Batu Dra. Hj. Dewanti Rumpoko, M.Si dengan ucapan Bismillah. Acara tersebut juga dihadiri oleh Wakil Walikota Batu Ir. H. Punjul Santoso, M.M, perwakilan Pepabri, perwakilan veteran, Perwakilan Dewan Harian Nasional Cabang Kota Batu 45, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Ada juga 350 siswa-siswi SMA, SMU, SMK se-Kota Batu, Jawa Timur, dan 54 guru pendamping pengajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). (idr/idr)