Sebab Ponorogo berhasil memanfaatkan lahan marginal miliknya dipakai sebagai lahan produktif. Mulai dari ditanami tanaman hortikultura, kebun, peternakan dan perikanan.
"Lahan marginal itu lahan non pertanian, seperti pekarangan, tegalan. Nah ini yang dimanfaatkan oleh masyarakat bersama Pemkab jadi lahan produktif," tutur Ipong saat dihubungi detikcom, Senin (5/11/2018).
Ipong menambahkan Ponorogo sendiri memiliki lahan marginal seluas 38 ribu hektar. Pasalnya, geografis bumi reog dikelilingi dengan pegunungan. Alhasil banyak lahan marginal yang bisa dimanfaatkan maksimal.
Seperti di Desa/Kecamatan Pudak, meski di area pegunungan lahan yang ada dimanfaatkan warga untuk memelihara sapi. Hal ini karena hawanya yang sejuk serta melimpahnya pasokan air.
"Di sana cocok untuk peternakan sapi," terang dia.
Pemanfaatan lahan marginal ini, lanjut Ipong, untuk memaksimalkan produktivitas hasil pangan di Ponorogo. Meski Ponorogo sendiri dikenal sebagai lumbung padi dan jagung. Tak sedikit masyarakat yang memiliki lahan marginal memanfaatkannya untuk menanam tanaman perkebunan.
"Seperti di Desa Sidoharjo, Kecamatan Pulung karena sumber airnya agak sulit jadi ditanami tanaman kayu putih. Bahkan di sana ada pabrik pembuatan minyak kayu putih kerjasama dengan para petani," tandas dia.
Selain Ponorogo, ada 5 Kabupaten/Kota lain yang mendapatkan penghargaan dari Gubernur Bidang Ketahanan Pangan. Seperti Kabupaten Banyuwangi, Kota Malang, Kota Lamongan dan Kabupaten Ngawi.
"Alhamdulillah tahun ini Ponorogo dapat (penghargaan)," pungkasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini