Dinkes Kabupaten (Dinkes) Blitar mencatat hingga Oktober 2018, sebanyak 250 orang telah terserang DBD. Keterlambatan penanganan medis, menjadi faktor utama jiwa anak-anak ini tak bisa diselamatkan.
Selain itu, minimnya kesadaran orang tua untuk membawa anak mereka berobat, menjadi pekerjaan rumah bagi dinkes untuk meningkatkan sosialisasi bahaya DBD yang ditimbulkan.
"Jumlah ini terbilang tinggi, mengingat masing-masing daerah diminta menekan angka kematian demam berdarah maksimal 1 persen. Namun angka kematian di Kabupaten Blitar saat ini, sementara telah mencapai 2,4 persen dari keseluruhan kasus sebanyak 250 korban," jelas Kepala Bidang Pencegahan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, Krisna Yekti ditemui di kantornya Jalan Semeru, Jumat (26/10/2018).
Menurut Krisna, meski belum ada obat yang bisa menyembuhkan DBD, kunci keberhasilan untuk menyembuhkan, bahkan menyelamatkan nyawa penderita dengan penanganan yang tepat waktu.
"Mengenal 3 fase DBD yang juga dikenal dengan "Siklus Pelana Kuda" bisa menjadi langkah awal dalam penyembuhan DBD. Istilah Siklus Pelana Kuda sendiri dibuat untuk memudahkan masyarakat dalam mengenal grafik naik-turun panas yang dialami oleh penderita DBD," imbuhnya.
Enam penderita DBD yang meninggal dunia merupakan warga Kecamatan Selopuro, Kademangan, Kanigoro dan Garum.
Sesuai prediksi, kasus demam berdarah (DB) tahun 2018 di Kabupaten Blitar memang meningkat. Siklus endemik DB tiga tahunan pada kasus ini, terakhir terjadi tahun 2015 lalu dengan jumlah 356 penderita. Angka itu menurun di tahun 2016 menjadi 308 kasus. Dan menurun kembali tahun 2017 menjadi 84 kasus.
"Sesuai prediksi, potensi kenaikan cukup tinggi pada tahun 2018 karena adanya siklus tiga tahunan. Seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya, di tahun ketiga setelah tahun 2015 sebelumnya, pasti jumlahnya memuncak," pungkasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini