Hal ini disampaikan kuasa hukum PT Wika sebagai penyedia beton, Hilmy Faidulloh Ali. Hilmy mengungkapkan sejak tahun 2012 hingga 2018, PT Fajar Parayangan, rekanan Pemkot Kediri dalam pembangunan Jembatan Brawijaya tak kunjung melunasi biaya pemasangan beton pada jembatan tersebut.
Ditambahkan Hilmy, pihak PT Fajar Parayangan belum membayar biaya yang mencapai Rp 3,4 miliar tersebut kepada PT Wika.
"Tunggakan pembayaran sudah terjadi sejak 2012 lalu. Upaya komunikasi terus kami lakukan terhadap PT Fajar Parayangan selaku rekanan, tapi tidak membuahkan hasil," kata Hilmy kepada wartawan di lokasi, Rabu (17/10/2018).
Karena tak kunjung mendapatkan respons, Hilmy memutuskan menempuh jalur hukum dan melaporkan kasus ini ke Mapolda Jatim akhir Juli 2018 dengan dugaan penggelapan.
"Dari permasalahan inilah kami menempuh jalur hukum hingga melaporkan PT Fajar Parayangan ke Polisi. Dan bila perlu, kalau tunggakan pembayaran belum dilakukan, kami akan bongkar jembatan dan mengambil beton milik kami, apabila sesuai deadline pembangunan jembatan rampung akhir Desember 2018 ini," tegasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Sekretaris Daerah Pemkot Kediri, Budwi Sunu mengatakan, polemik pembayaran itu bukan menjadi ranah Pemkot Kediri, melainkan urusan internal pihak rekanan.
"Kalau secara pembayaran, Pemkot Kediri sudah membayar secara lunas terhadap pihak rekanan PT Fajar Parayangan. Kalau ada tunggakan, itu bukan menjadi ranah kami, namun antarrekanan," jelasnya terpisah.
Namun ia mengaku telah membantu mengupayakan agar persoalan ini bisa terselesaikan.
"Kami melalui Dinas PU telah memfasilitasi mediasi antara Fajar Parayangan-PT Wika terkait polemik tersebut," pungkasnya. (lll/lll)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini