Sedekah Laut Dibubarkan, Sosiolog UGM: Bisa Ciptakan Konflik Sosial

Sedekah Laut Dibubarkan, Sosiolog UGM: Bisa Ciptakan Konflik Sosial

Usman Hadi - detikNews
Minggu, 14 Okt 2018 05:31 WIB
Warga membagikan makanan yang sudah disiapkan untuk sedekah laut. Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom
Yogyakarta - Persiapan tradisi sedekah laut di Pantai Baru Pandansimo Bantul, DI Yogyakarta, dibubarkan sekelompok orang tak dikenal. Mereka beralasan tradisi tersebut bertentangan dengan ajaran salah satu agama.

Menurut Sosiolog UGM, Arie Sujito, pembubaran tradisi sedekah laut ini dipicu perbedaan interpretasi budaya antar kelompok. Sebagaian kelompok menilainya sebagai tradisi, namun kelompok lain memiliki penafsiran yang berbeda.

"Saya kira yang namanya tradisi kayak gitu kan juga menjadi bagian dari sejarah mereka (warga pesisir Pantai Baru Pandansimo)," kata Arie saat dihubungi detikcom, Sabtu (13/10/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Oleh karena itu, menurut saya kalau ada interpretasi yang berbeda terhadap praktek budaya ya jangan sewenang-wenang merusak," lanjut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM ini.

Arie menjelaskan, interpretasi budaya yang berbeda merupakan hal yang lumrah dijumpai di tengah-tengah masyarakat. Namun, bukan berarti hal itu menjadi pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap kelompok lain.

"Itu (pembubaran tradisi sedekah laut) ya soal interpretasi. Sekali lagi harus dicegah itu ya perusakan-perusakan kayak begitu," ujarnya.

Untuk mendudukkan interpretasi budaya yang berbeda, kata Arie, sebenarnya tiap-tiap kelompok bisa berdialog atau musyawarah untuk mencari jalan tengah. Bukan justru memerangi kelompok lain dengan cara-cara kekerasan.


"Tradisi Yogya itu juga ngobrol, berdialog. Jangan sampai terjadi perusakan-perusakan begitu, ini soal interpretasi kebudayaan saja," ungkapnya.

"Ya kalau masyarakat Bantul melakukan itu, berbeda pandangan ya jangan dirusak. Tapi didialogkan saja. Manusia itu punya penafsiran atas kebudayaannya kok," tuturnya.

Arie mengingatkan, cara-cara kekerasan yang dipakai untuk menyikapi penafsiran yang berbeda berpotensi menciptakan ketegangan di tengah-tengah masyarakat. Tak hanya itu, konflik sosialpun juga mungkin terjadi.


"Karena (pelarangan sedekah laut dengan cara kekerasan) nanti menciptakan ketegangan dan konflik sosial," ucapnya.

Padahal masyarakat Yogyakarta selama ini lekat dengan seni-tradisi. Berbagai seni tradisi-dilakukan warga setiap tahunnya, termasuk tradisi turun-temurun yang dilaksanakan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.


"Lha ini misalnya Keraton (Ngayogyakarta Hadiningrat) itukan melakukan tradisi di laut selatan itu bagaimana? Ini soal tafsir ya," sebutnya.

"Secara umum masyarakat Yogya inikan penuh toleransi, penuh sikap saling menghormati, itu yang harus dijaga sebagai kekuatan keistimewaan. Jangan sampai berbeda interpretasi melakukan tindakan kekerasan," tutupnya. (skm/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads