Kepala Bagian Teknik PDAM Trenggalek, Sudarmono, mengatakan penanganan kekeringan yang sebelumya dilakukan bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, kini seluruhnya ditangani oleh PDAM, mulai dari distribusi hingga armada pengangkutan. Bahkan pembiayaan nantinya akan ditransfer langsung dari rekening pemerintah daerah ke PDAM.
"Pengambilalihan dimulai sejak Oktober ini. Untuk armada yang kami kerahkan ada 10 unit, terdiri dari delapan unit milik PDAM, sedangkan untuk dua unit kami pinjam tangki milik BPBD," kata Sudarmono kepada detikcom, Jumat (12/10/2018).
Ditambahkan Sudarmono, anggarannya berasal dari Biaya Tidak Terduga (BTT) APBD Trenggalek tahun 2018.
Untuk pasokan air bersih di daerah yang dilanda kekeringan, pihaknya akan mengambil air dari titik-titik yang pasokan airnya masih melimpah dan sumur darurat. Salah satu sumber air yang masih melimpah adalah di sumber 'Bayong' yang terletak di lereng Gunung Wilis.
Sumber 'Bayong' dikatakan juga mengalami penyusutan, walaupun sedikit sehingga masih cukup bila disalurkan untuk membantu wilayah yang terdampak kekeringan.
Menurut Sudarmono, proses pengiriman air bersih juga akan dilakukan secara maraton, baik siang maupun malam hari. Hal itu dilakukan karena kondisi armada yang dimiliki PDAM maupun BPBD sangat terbatas.
"Jadi pengiriman itu terus-menerus, siang dan malam. Hanya sopirnya saja yang ganti. Idealnya itu untuk distribusi ke 43 desa itu minimal ada 20 kendaraan," ujarnya.
Terkait kondisi tersebut, PDAM Trenggalek juga berupaya mengajukan bantuan hibah mobil tangki ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Secara spesifik mereka meminta tambahan mobil tiga unit.
"Kemarin bu direktur berangkat ke Jakarta, beliau membawa surat dari Bupati Emil," ungkapnya.
Sementara itu Bupati Emil Elestianto Dardak juga membenarkan adanya upaya penanganan bencana kekeringan tersebut. Ia juga menjelaskan, keputusan untuk menggunakan anggaran dari Biaya Tidak Terduga (BTT) yang ada di APBD juga telah final.
"Angka yang diminta Rp 1,02 miliar. Asumsinya dari dasa yang terdampak kekeringan, kemudian dihitung untuk kebutuhan 30 hari. Tapi kami realistis, negara tidak mungkin memenuhi semua kebutuhan masyarakat," tandas Emil.
Namun pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang mengalami krisis air, sedangkan sisa kekurangannya diharapkan ada penanganan secara swadaya oleh masyarakat dengan sistem gotong royong.
"Anggaran sudah disetujui, seharusnya memang sudah bisa berjalan. Sedangkan untuk proses penanganan telah dibagi di beberapa zona, seperti di Panggul itu ada armada yang standby dan melayani di sana, di kota juga ada," tutupnya.
Saksikan juga video 'Kekeringan Melanda 42 Desa di Trenggalek':
(lll/lll)