Keduanya langsung bergegas masuk ke ruang pemeriksaan. Selang 10 menit kemudian, proses pemeriksaan selesai, pasien pun langsung meninggalkan ponkesdes. Sekilas aktivitas bidan desa ini tampak normal seperti biasa dan tidak ada hal yang menganggu.
Namun di tengah tugas rutinnya sebagai pelayan kesehatan desa, bidan asli Trenggalek ini harus berjuang melawan krisis di lingkungan tempat tugasnya. Bagaimana tidak, selama hampir 6 bulan kemarau panjang berdampak hilangnya sumber air di sumur-sumur warga.
Dian pun menunjukkan sumur tanah yang ada di depan polindes, dengan ditemani suaminya Ari dan Sekretaris Desa Karanganyar. Sumur berkedalaman 12 meter tersebut kondisinya mengenaskan dan nyaris kering. Bahkan dasar sumur dapat terlihat dengan jelas dari atas bibir sumur.
"Ya seperti ini kondisinya, yang jelas kekeringan ini cukup menganggu proses pelayanan kesehatan di desa. Setiap kali ada pasien periksa, minimal saya harus cuci tangan di air yang mengalir, jadi kebutuhan air lumayan banyak," ujar Dian.
Kebutuhan air untuk pelayanan kesehatan akan semakin banyak saat ada warga yang melakukan persalinan atau melahirkan di Ponkesdes Karangayar. Lantas bagaimana Bidan Dian menyiasati krisis air di tempat tugasnya ?
"Kalau untuk pelayanan kesehatan, saya menyiapkan gentong dan juga galon plastik berisi air khusus untuk pelayanan. Dan tidak kami gunakan untuk keperluan pribadi. Selain untuk pemeriksaan, pasien ke sini kadang juga butuh ke toilet," jelasnya.
Istri Ari ini mengaku, untuk pasokan air bersih, dalam 2 pekan terakhir kliniknya mendapat pasokan air bersih dari salah seorang donatur yang peduli dengan layanan kesehatan.
![]() |
Bantuan air biasanya langsung dimasukkan ke dalam sumur yang ada di depan ponkesdes, sehingga bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu dengan disedot menggunakan pompa air. Namun bantuan itu pasokan air tersebut tidak serta merta menuntaskan persoalan.
"Karena memang di sini kebutuhannya cukup banyak, jadi airnya pun puga cepat habis, lihat saya di sumur itu sudah kering. Sebetulnya di belakang itu ada penampung air hujan, tapi karena kemarau ya habis airnya," jelas Dian.
Ponkdes Karanganyar ini berjarak 25 Km dari pusat kota Trenggalek, lokasinya berada di atas perbukitan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Ponorogo. Akses menuju layanan kesehatan ini tidak bisa dibilang mudah, karena kondisi jalan banyak yang rusak dan harus melewati jalur bebatuan.
Tak hanya itu saja, sejumlah titik ruas jalan kondisinya juga cukup curam. Sehingga para pengguna jalan harus ekstra waspada dan berhati-hati. Meski demikian Dian tetap menjalankan tugasnya sebagai bidan desa dan memberikan layanan terbaiknya kepada masyarakat sekitar.
Sementara Sekretaris Desa karanganyar, Muhasim, mengaku kondisi kekeringan di ponkesdes maupun di lingkungan sekitarnya makin parah. Krisis air sendiri berlangsung sejak bulan April lalu.
"Sebetulnya kami bisa meminta bantuan kepada BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Trenggalek untuk dikirim air, tapi persoalannya adalah akses, jalur utama desa sedang dilakukan pengecoran sehingga ditutup total," kata Hasim.
Sedangkan akses jalur alternatif yang melintasi desa lain, kondisinya cukup sempit dan tidak memungkian untuk dilewati mobil tangki air. 2 Tahun lalu pihaknya sempat meminta batuan ke BPBD, namun mobil tangki juga tidak bisa menjangkau sampai lokasi, karena tanjakan terlalu curam.
"Akhirnya berhenti di bawah tanjakan, warga yang mengangkut dari sana ke rumah masing-masing, itu tidak efektif dan terlalu jauh," ujarnya.
Saksikan juga video 'Debit Air Embung Turun, Sawah di Trenggalek Tak Berproduksi':
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini