Aturan mengenai hukuman tambahan itu tercantum dalam Pasal 35 ayat 1 angka 3 KUHP, yang bunyinya:
Pasal 35
(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Marianus terbukti bersalah menerima suap sebesar Rp 5,783 miliar dan gratifikasi Rp 875 juta. Dia divonis hukuman pidana 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Selain itu, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 4 tahun setelah yang bersangkutan menjalani masa pidananya.
"Hal ini menambah deretan fakta, masih belum bersihnya proses politik kita dari korupsi. Komitmen bersama untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik melalui politik yang bersih semestinya dilakukan secara serius oleh seluruh pihak, tidak saja terkait pilkada, tetapi juga pemilihan legislatif yang akan berjalan ke depan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Minggu (16/9/2018).
"Khusus untuk pencabutan hak politik, KPK berharap tuntutan dan hukuman terhadap pelaku korupsi di sektor politik ini bisa lebih luas diterapkan dalam semua proses hukum kasus korupsi hingga di pengadilan," sambungnya.
Hal ini menambah deretan fakta, masih belum bersihnya proses politik kita dari korupsiKabiro Humas KPK Febri Diansyah |
Dalam UU Pemilu, mantan koruptor masih boleh nyaleg selama mendeklarasikan diri ke publik tentang rekam jejaknya yang pernah dipidana. Kontradiktif antar aturan itu yang kemudian menjadi perdebatan hingga akhirnya MA membuka jalan bagi mantan koruptor untuk nyaleg melalui putusannya.
Namun putusan MA itu tidak serta merta diterapkan karena dalam Peraturan MA (Perma) Nomor 1 Tahun 2011, KPU mendapat waktu 90 hari untuk berpikir mencabut PKPU tersebut atau tidak. Dalam kurun waktu 90 hari itu, PKPU tersebut masih berlaku hingga nantinya putusan MA itu berlaku dengan sendirinya.
Dalam Pasal 8 ayat 2 Perma Nomor 1 Tahun 2011 disebutkan:
Dalam hal 90 hari setelah putusan MA tersebut dikirim ke Badan atau Pejabat Usaha Tata Negara, yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat tersebut tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
KPK sempat ikut bicara soal putusan MA terhadap PKPU itu. Meski menghormati putusan tersebut, KPK mengingatkan adanya fenomena korupsi yang cukup banyak dilakukan wakil rakyat sehingga seharusnya ada cara pencegahan di awal pendaftaran caleg seperti tertuang dalam PKPU itu.
"Meskipun di awal KPK sangat berharap sebenarnya ada perbaikan signifikan yang bisa dilakukan bersama-sama untuk menyaring caleg agar tak terjadi lagi korupsi di DPR atau di DPRD," kata Febri.
Saksikan juga video 'KPPOD Minta Pemerintah Cabut Hak Politik ASN!':
(dhn/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini