Gatot tampak mengenakan baju beskap, lengkap dengan jarik dan blangkon. Dalam kirab, dia terlihat di barisan depan bersama Wakil Wali Kota Surakarta Achmad Purnomo dan anggota DPR RI, Aria Bima.
Selama kirab, para peserta harus berjalan tanpa alas kaki. Mereka mengelilingi tembok Mangkunegaran tanpa boleh mengucapkan sepatah katapun. Ini dinamakan tradisi topo bisu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditemui usai kirab, Gatot mengaku baru pertama kali ikut dalam acara Mangkunegaran ini. Namun hal semacam ini bukanlah hal baru baginya.
"Saya bukan pertama kali ikut. Sebagai rakyat saya sering malam Sura keluar," kata Gatot, Senin (10/9/2018) malam.
Karena tak diperkenankan berbicara selama perjalanan, dia mengaku terus berzikir dan berselawat. Ditanya mengenai doa, Gatot enggan menjawab.
![]() |
"Saya hanya berzikir, selawat saja. Kalau doa, dalam hati hanya saya yang tahu," ujarnya.
Menurutnya, kirab malam 1 Sura di Mangkunegaran ini merupakan refleksi dari perjuangan pendiri Mangkunegaran, Raden Mas Said. Pria berjuluk Pangeran Sambernyawa itu berjuang melakukan perlawanan penjajah.
"Tahun 1757 RM Said sudah melakukan perlawanan karena ketidakadilan. Kemudian karena penghinaan oleh penjajah Belanda. Intisari dari semua ini adalah mengingatkan semua bahwa kita punya sejarah perlawanan yang dipimpin RM Said," pungkasnya.
Selain topo bisu oleh peserta kirab, tradisi malam 1 Sura di Mangkunegaran juga diramaikan masyarakat. Ratusan warga rela berebut air kembang yang digunakan untuk menjamas pusaka.
Di akhir acara, Raja Mangkunegara IX, Raja Mangkunegara IX menyebar uang koin kepada masyarakat untuk diperebutkan. Hal tersebut sebagai simbol kesejahteraan rakyat.
"Ngalap berkah. Semoga rezeki tahun depan lebih lancar," kata warga Banjarsari, Siswanto usai berebut uang koin. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini