"Saya kira itu langkah yang taktis ya karena kalau dia ditetapkan sebagai tersangka dalam posisinya sebagai menteri, itu efek negatifnya lebih kuat. Nah, dia mundur sebelum penetapan proses tersangka, itu lebih smooth dan soft landing," kata Arya di restoran Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (25/8/2018).
Arya menyebut pengunduran diri itu sebagai langkah taktis Idrus untuk menyelamatkan diri dan Partai Golkar. Ia menduga Idrus banyak belajar dari kasus eks Ketum Golkar Setya Novanto, yang juga terjerat kasus korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Arya pun sempat mengungkit kasus Novanto. Dia mengatakan saat itu drama kasus Novanto terlalu panjang dan berbelit-belit. Hal itu akhirnya menimbulkan sentimen negatif dari publik terhadap Golkar.
"Dari sisi penanganan krisis itu terlalu panjang sehingga drama yang panjang itu menimbulkan sentimen publik negatif karena ada juga usaha di internal untuk mempertahankan posisi Novanto," ujarnya.
"Kalau yang sekarang di internal relatif tidak ada gejolak. Karena sadar ini mau jelang pemilu dan kader butuh survive untuk menyelamatkan partai dan menyelamatkan dirinya," imbuh Arya.
KPK resmi mengumumkan Idrus sebagai tersangka pada Jumat (24/8). Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil soal pemberian suap Eni Maulani Saragih dari Johannes Budisutrisno Kotjo pada November-Desember 2017.
Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited yang termasuk dalam konsorsium penggarap proyek itu. Selain itu, Idrus dijanjikan menerima jatah yang sama dengan Eni, yaitu USD 1,5 juta.
Idrus juga diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan purchase power agreement (PPA) jual-beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1.
Tonton juga video 'KPK: Idrus Dijanjikan Jatah Duit US$ 1,5 Juta'
(tsa/aan)