"Kenapa LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) merekomendasi jenis-jenis burung dilindungi dalam Permen, karena hasil penelitian mereka di alam, sudah mulai berkurang populasi burung-burung tersebut. Tidak hanya burung, ada mamalia juga tumbuhan," kata Kepala BKSDA Yogyakarta, Junita Parjanti saat dihubungi detikcom, Rabu (15/8/2018).
"Dan untuk meningkatkan populasi, dinamakan restocking, yakni pengembalian jenis burung sebesar 10 persen ke alam dari total yang dipelihara atau ditangkar warga," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, restocking sebetulnya bukan hal yang baru bagi penangkar di Yogyakarta. Apalagi sebelumnya juga sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Satwa Dilindungi.
"Seperti Jalak Bali, penangkar Jalak Bali di Yogya sudah restocking ke Bali Barat, direhabilitasi di sana tempat habitat asli Jalak Bali, sebelum Permen diundangkan itu sudah dilakukan," jelasnya.
BKSDA saat ini sudah membentuk tim Patroli Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) untuk sosialisasi ke masyarakat. Setelah Permen LHK 20/2018 diundangkan pada 11 Juli 2018, BKSDA juga melakukan pendataan dan penandaan burung dilindungi yang dipelihara warga. Di antaranya burung kicau seperti Murai Batu, Cucak Rawa, Cucak Hijau, Jalak Suren, Kolibri, Cucak Jempol, Pleci Kacamata, Kenari Melayu dan beberapa jenis lainnya.
"Masyarakat jangan khawatir, kami juga masih menunggu aturan peralihan. Dan yang harus dipahami, Permen 20/2018 tidak berlaku surut, jadi jenis-jenis yang dilindungi Permen itu baru berlaku sejak diundangkan 11 Juli 2018," imbuhnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini