Hal itu terkuak saat Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Mojokerto melakukan pemeriksaan kesehatan hewan kurban. Salah satunya di lapak pedagang hewan kurban Perumahan Pondok Teratai, Kecamatan Sooko.
Di lapak ini terdapat sapi yang kondisinya lumpuh. Ada juga sapi yang luka di bagian kakinya. Kondisi serupa juga dialami beberapa kambing di lapak milik M Sholeh tersebut.
"Lumpuhnya karena proses pengangkutan. Yang itu tak akan saya jual, saya rawat saja," kata Sholeh kepada wartawan di lokasi, Senin (13/8/2018).
Menjelang Idul Adha, lanjut Sholeh, harga hewan kurban naik sekitar 20% dari sebelumnya. Harga kambing saat ini naik dari Rp 2 juta/ekor menjadi Rp 2,6 juta/ekor. Sementara sapi naik Rp 20 juta/ekor menjadi Rp 2,3 juta/ekor.
"Karena tingginya permintaan sehingga naik. Namun, penjualan tetap tinggi karena umat muslim butuh untuk berkurban," ujarnya.
Dalam pemeriksaan kali ini, petugas dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Mojokerto mengecek setiap hewan kurban di lapak pedagang. Upaya ini untuk mengantisipasi penyebaran penyakit hewan yang menular ke manusia.
"Kami antisipasi hewan kurban kena penyakit antraks juga penyakit lain yang bisa menular ke manusia," kata Kasi Kesehatan Masyarat Veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Mojokerto Heru Tristiono.
Sejauh ini, kata Heru, pihaknya belum menemukan hewan kurban yang terinfeksi antraks. Kendati begitu, antisipasi tetap dilakukan. Khususnya pengawasan hewan kurban dari Jawa Tengah.
"Sampai sekarang di Jateng masih ada kasus antraks positif. Sehingga tak boleh masuk ke wilayah benas antraks. Kami juga antisipasi dengan pemberian vaksin setiap setahun sekali," terangnya.
Adanya hewan kurban yang cacat, Heru mengimbau agar pedagang tak menjualnya ke masyarakat. "Hewan kurban harusnya tak cacat dan sehat. Kami sarankan supaya tak dijual," tegasnya. (fat/fat)











































