Fahri Vs PKS, Kini Siapa yang Nangis Bombai?

Fahri Vs PKS, Kini Siapa yang Nangis Bombai?

Tsarina Maharani - detikNews
Kamis, 02 Agu 2018 23:06 WIB
Fahri Hamzah (Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan PKS. Dalam kasus itu, Fahri Hamzah tidak terima dirinya dipecat PKS.

PKS awalnya sangat yakin permohonan kasasi terhadap pemecatan Fahri menang di MA. Namun siapa dinyana, ternyata permohonan PKS ditolak dan gagal bikin Fahri 'nangis bombai'.

'Nangis bombai' adalah kata-kata yang dipakai elite PKS kala mengajukan permohonan ke MA. Kini setelah MA menolak permohonan PKS itu, giliran Fahri sedikit nyinyir mengenang hasrat PKS yang tak jadi kenyataan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Kita ingat ini ya, waktu pengadilan tinggi, lawyer-nya ngomong gini, mengintroduksi kata-kata, 'jangan bahagia dulu, Fahri Hamzah yang akan nangis bombai'," kata Fahri di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/8/2018).

Rupanya kata-kata elite PKS itu begitu mengena buat Fahri. Nyatanya ia meng-capture berita tentang pernyataan elite PKS yang, menurutnya, juga viral di lingkup internal PKS itu.

Pernyataan itu diucapkan Ketua DPP PKS bidang hukum, Zainudin Paru, saat Fahri menang gugatan di tingkat pengadilan tinggi.

"Jadi jangan bahagia dulu, Fahri. Jangan sampai di kasasi kami yang menang. Malah nangis bombai," ujar Kepala Departemen Bidang Hukum dan HAM PKS Zainudin Paru saat dimintai konfirmasi, Kamis (14/12/2017).

Kasus bermula saat PKS memecat Fahri Hamzah. Tak terima, Fahri menggugat PKS ke pengadilan. Pada 14 November 2016, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Fahri terkait pemecatannya dari PKS. Selain menyatakan pemecatannya tidak sah, majelis hakim menghukum PKS membayar Rp 30 miliar kepada Fahri.

Gugatan Rp 30 miliar itu dikabulkan karena majelis menganggap apa yang dialami Fahri setelah dipecat sangat berat. Majelis menganggap Fahri mengalami tekanan psikologis akibat pemecatan tersebut.

Atas putusan PN Jaksel, PKS mengajukan banding. Tapi pada 7 November 2017, Pengadilan Tinggi Jakarta bergeming. PKS lalu mengajukan kasasi.

"Tolak," demikian lansir panitera MA yang dikutip dari website MA, Kamis (2/8/2018).


Perkara itu mengantongi Nomor 607 K/PDT.SUS-Parpol/2018. Berkas ini diputus pada 30 Juli dengan susunan ketua majelis kasasi Takdir Rahmadi dengan anggota Nurul Elmiyah dan I Gusti Agung Sumantha.

Namun putusan ini mengundang misteri karena tiba-tiba saja nomor perkara berubah. Nomor perkara yang tadinya 607 K/Pdt.Sus-Parpol/2018 berubah menjadi 1876 K/PDT/2018 atau dari kualifikasi perdata khusus menjadi perdata umum.

"Apakah kasus ini begitu istimewa karena penggugatnya seorang Wakil Ketua DPR?" ujar anggota tim advokasi hukum DPP PKS Zainudin Paru, Kamis (2/8).

Namun kuasa hukum Fahri, Mujahid A Latief, memberikan penjelasan. "Jadi ini perlu dijelaskan setelah permohonan kasasi diajukan para pimpinan PKS, kemudian kami juga mengajukan kontra hukum kasasi kemudian registrasi," kata Mujahid di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/8).

Dia mengatakan registrasi perkara itu awalnya didaftarkan di kamar perdata khusus. Namun, karena dinilai ada kesalahan, Fahri kemudian menyampaikan surat bahwa perkara itu merupakan perdata umum. (dhn/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads