Sekretaris DPD Golkar Banten Bahrul Ulum membenarkan bahwa kedua nama tersebut tetap diajukan partai untuk jadi calon anggota legislatif. Ia mengatakan, meskipun keduanya adalah mantan napi korupsi, Golkar tetap menjamin hak warga negara untuk memilih dan dipilih.
"Kita tidak bisa kemudian membatasi dan melarang hak dipilih dan memilih. Itu dijamin undang-undang, termasuk Undang-Undang Pemilu," kata Bahrul Ulum kepada detikcom di Serang, Banten, Rabu (1/8/2018).
Alasan kedua, putusan pengadilan terhadap dua calon tidak mencabut hak politik keduanya saat vonis di perkara korupsi. Hakim dalam amar putusan perkara keduanya tetap menjamin hak politik untuk dipilih dan memilih dalam pemilu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Bawaslu Temukan 202 Bacaleg eks Koruptor |
Ketiga, Ulum menegaskan, Mahkamah Agung sampai hari ini belum memberikan keputusan terkait adanya uji materi PKPU yang melarang mantan napi korupsi sebagai caleg. Partai, menurutnya, akan tetap menghargai apa pun putusan MA jika kemudian PKPU tetap melarang kedua calonnya.
"Keputusan MA akan kita ikuti. Kalau harus dicoret, akan kita coret," tegasnya.
Nama Dessy Yusandi merupakan terpidana kasus korupsi pembangunan puskesmas di Tangerang Selatan tahun anggaran 2011-2012. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama adik Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Kadis Kesehatan Tangsel Dadam M Epid, Kabid Sumber Daya Kesehatan dan Promisi Dinkes Tangsel Mamak Jamaksari dan Sekretaris Dinkes Banten Neng Ulfah.
Atas perbuatan Dessy, hakim PN Serang menjatuhkan pidana 1 tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan membayar uang pengganti Rp 431 juta. Putusan dibacakan pada 28 Januari 2016.
Sedangkan Agus Randil merupakan terpidana kasus korupsi sistem pertanian terpadu di Banten pada tahun 2009-2010. Ia juga pernah menjabat Kepala Biro Umum dan Perlengkapan Provinsi Banten. (bri/asp)