Penambahan quita import GPS dinilai peternak akan menambah jumlah populasi ayam layer. Jika regulasi pemerintah belum berpihak pada peternakan rakyat, imbasnya akan membuat harga telur ayam anjlok.
"Jumlah impor GPS ayam petelur tahun 2018 adalah 26.000 ekor. Kalau mau ditambahi lagi berarti populasi ayam tambah banyak. Kapasitas produksi tambah banyak kami malah senang. Tapi harus dibarengi regulasi agar harga pakan murah. Jadi walaupun harga telur anjlok sampai Rp 20 ribu ke bawah per kg gak papa. Asal harga pakan juga turun," kata Ketua Pinsar Peternak Nasional dari Jawa Tengah, Huan Tanto saat dikonfirmasi, Selasa (24/7/2018).
Menurut para peternak ayam, rencana penambahan quota GPS bukan solusi untuk menstabilkan harga telur. Namun regulasi yang tepat antara kementan dan kemendag yang terkoneksi, sangat dibutuhkan dengan cepat.
Paparan peternak, saat harga telur dilevel Rp 20-21 ribu/kg peternak tidak menangguk untung yang banyak. Karena saat ini harga pakan sudah Rp 5.500 - 5.600/kg. Jagung di atas Rp 4.000/kg serta sudah mulai sulit didapatkan.
"Harapan peternak adalah jika setiap regulasi yang turun mohon dilakukan evalusi yang matang. Dengan melihat dan mempertimbangkan kondisi lapangan. Sebab, dampaknya langsung dirasakan peternak dan ujung-ujungnya mereka disalahkan. Kok bukan pedagang telurnya yang diawasi," tandas Pinsar Peternak Jatim asal Blitar Hidayat.
Selain regulasi terkait bahan pakan import, peternak juga meminta kementerian perdagangan merevisi batas ring rate harga telur di tingkat peternak.
![]() |
"Menurut hitungan kami, harga di ternak dengan harga di konsumen DKI selisihnya Rp 5.000/kg maksimum Rp 6.000/kg. Jadi kalau ringnya direvisi, ring bawah Rp 20ribu/kg dan ring atas Rp 22ribu/kg diternak seharusnya di konsumen DKI maksimum Rp 25 ribu-Rp 28 ribu/kg. Kalau sampai di konsumen Rp 32ribu apalagi Rp 35ribu, satgas pangan harus bertindak," tegas Ketua Koperasi Peternak Putera Blitar Sukarman.
Sebelumnya, Ditjen Pembibitan dan Produksi Ternak Kementan Sugiono mengundang peternak nasional rapat di Pendopo Kanigoro Pemkab Blitar, Sabtu (21/7). Rapat digelar menyusul melonjaknya harga telur di pasaran yang mencapai Rp 28 ribu/kg.
Dipilihnya Kabupaten Blitar untuk rapat koordinasi ini, untuk melihat potret real kondisi peternakan layer di Jatim dengan melihat kondisi di sentra terbesar produksi telur nasional di Blitar.
"Kalau melihat data matriks "Supply Demand" dengan melihat import GP dan Populasi PS seharusnya tidak ada kekurangan supply DOC dan Supply Telur secara Nasional. Dasar matriks perhitungan deplesi 6% dan Hen Day Production 80% di farm komersiel," jelas Ditjen Pembibitan dan Produksi Ternak Kementan Sugiono.
Meroketnya harga jual telur, menjadi pertanyaan semua pihak di Jakarta. Oleh karena itu diperlukan kunjungan untuk melihat real kondisi secara umum Blitar dan kunjungan ke farm di Blitar.
Sementara Dinas Peternakan Propinsi Jatim juga memaparkan, bahwa harga telur di wilayahnya mulai 16-21 Juli mulai turun. Dengan harga di tingkat konsumen di level Rp 24 - 25.000/kg.
Bagi Jatim sebagai sentra produksi telur, memberikan kontribusi 30% bagi kebutuhan telur nasional satu sisi untuk kebutuhan lokal Jatim tidak menjadi masalah. Karena disokong penuh 5 Sentra Produksi. Yaitu Blitar dengan populasi ayam sebanyak 15 jutaan ekor Kediri 7,9 jutaan ekor, Malang 5,9 jutaan ekor, Tulungagung 4 jutaan ekor dan Magetan 2 jutaan ekor. (/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini