Jero mengatakan poin-poin bukti baru adanya kekhilafan hakim terhadap kesaksian Sekjen ESDM Waryono Karno. Dalam kesaksiannya, menurut Jero, tidak ada pemerasan terhadap anak buah di Kementerian ESDM.
"Ada kekhilafan hakim sejak awal saya ditetapkan tersangka melakukan pemerasan terhadap bawahan Kementerian ESDM, penetapan tanpa barang bukti cukup hanya berdasarkan katanya Sekjen ESDM Waryono atas perintah menteri dan juga dibantah tidak ada perintah itu. Tuduhan itu tidak terbukti," ucap Jero saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Senin (23/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Novum lainnya, Jero mengatakan tak ada laporan kerugiaan negara dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap penggunaan DOM. Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 268/PMK.05/2014, mengatur DOM boleh dipergunakan menteri secara lumsum.
"Laporan BPK salah, Permenkeu 2003 sudah dicabut dengan Permenkeu 2014 tentang penggunaan DOM. Kalau Permenkeu baru, DOM 80 persen boleh diambil secara lumsum, pertanggungjawaban perlu tandatangan kuitansi. Pengambilan DOM saya hanya 20-25 persen sesuai hak DOM. Demikian nyata tidak ada niat memperkaya diri jatah DOM, tidak pernah saya habiskan dan tidak ada kerugian negaran," jelas Jero.
"Audit BPK juga melanggar tak memberikan hak asasi, anggaran kementerian Pariwisata selalu di audit BPK tak ada kesalahan pengambilan DOM," kata Jero yang juga mantan menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Selain itu, menurut Jero dalam kesaksian sidang oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebutkan dirinya menggunakan DOM sesuai aturan. Sehingga dikatakan Jero, dirinya bebas dari hukuman apapun.
"Kesaksian JK menyatakan Permenku tahun 2014 pengambilan DOM oleh Jero sudah sesuai peraturan, mestinya saya tidak dihukum. Mengacu UU administarsi negara kalau ada kesalahan, tidak bisa dipidana," tutur Jero.
Lebih lanjut, Jero menyebutkan instruksi Presiden Jokowi mengenai kebijakan diskresi dan kesalahan administrasi tidak bisa dikenakan pidana. Dia mencontohkan penggunaan DOM itu dengan membeli bunga duka dan tiket untuk keluarga saat mendampinginya tugas menteri.
"Bapak Presiden Jokowi instruksikan kebijakan diskresi dan kesalahan administrasi tidak bisa dipidana. Contohnya pembelian bunga duka, Pak Gus Dur wafat dan Ibu Ainun wafat serta tiket istri mendampingi saya, ongkos izin refleksi kaki. Hal ini dimasukan pidana sangat dicari kesalahan saya dan tidak logis," jelas Jero.
Kemudian mengenai kasus gratifikasi, Jero menjelaskan dalam acara di Hotel Darmawangsa bukan ulang tahun, namun peluncuran buku 10 tokoh. Adapun acara itu dihadiri Presiden RI-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Boediono, eks Wapres JK, mantan Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan para menteri.
"Pak JK juga menyebutkan itu bukan ulang tahun tapi acara peluncuran buku. Jadi tidak bisa disebut gratifikasi dan tidak terbukti. Presiden SBY juga membuat kesaksikan meringankan tertulis dibaca majelis hakim. Beliau bersaksi meringankan tidak masuk akal dan aneh hakim mengabaikan kesaksian beliau itu notabene Presiden dan Wapres saat menjabat Pariwisata dan ESDM," kata Jero.
Atas novum itu, Jero meminta majelis hakim mengabulkan permohonan PK dan memutuskan tidak bersalah terhadap jeratan hukum.
"Dengan adanya kekhilafan hakim serta novum yang kami ajukan tersebut, mohon Pak Majelis Agung dan Majelis Hakim Agung terhadap PK berkenan menerima dan membenarkan alasan PK ini. Serta memutuskan menerima permohonan PK dan membatalkan putusan MA," kata Jero.
Sebelumnya, Jero dihukum pidana penjara selama 4 tahun di pengadilan tingkat pertama. Hukuman itu sempat dibanding tetapi putusannya tetap hingga akhirnya diajukan kasasi. Mahkamah Agung (MA) kemudian memperberat hukuman Jero menjadi 8 tahun penjara.
Jero dinilai terbukti telah menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk kepentingan pribadi dan keluarga antara lain untuk pembelian tiket perjalanan keluarga, biaya main golf hingga biaya untuk pijat dan refleksi. Selain itu, Jero dinilai menerima gratifikasi. (fai/tor)