"Kita harus memastikan ada dokumen hukum yang resmi, salinan putusan supaya menjadi dasar bagi KPU untuk menyatakan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat," ujar Komisioner KPU Wahyu Setiawan, di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (19/7/2018).
Wahyu mengatakan salinan putusan itu untuk memastikan parpol benar mendaftarkan mantan napi korupsi. Dokumen ini juga berfungsi sebagai dasar hukum untuk mencoret mantan napi dari daftar bacaleg.
"Untuk memastikan bahwa misalnya, ada parpol yang masih mengusulkan bacaleg itu ternyata merupakan mantan narapidana korupsi," kata Wahyu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salinan putusan hukum ini nantinya akan didapat dari Mahkamah Agung. KPU juga berkoordinasi dengan kepolisian dan KPK untuk mendapatkan salinan putusan hukum ini.
"Salinan putusannya dalam hal ini konteksnya adalah MA. Kita berkoordinasi dengan MA kemudian dengan kepolisian karenakan, kasus korupsi itu bisa ditangani oleh KPK oleh kejaksaan dan oleh kepolisian," ujar Wahyu.
Sebelumnya, Partai Golkar mengakui mendaftarkan dua mantan narapidana korupsi sebagai bakal caleg di Pileg 2019. Dua eks napi korupsi itu ialah TM Nurlif dan Iqbal Wibisono.
TM Nurlif merupakan Ketua DPD I Golkar Aceh, sementara Iqbal Wibisono adalah Ketua Harian DPD I Golkar Jawa Tengah (Jateng). Pendaftaran kedua bacaleg ini diamini Wakil Korbid Pemenangan Pemilu (PP) Sumatera Ahmad Doli Kurnia.
Selain keduanya, Wakil Ketua DPRD DKI Muhammad Taufik juga resmi mendaftar caleg untuk Pemilu 2019. Taufik mengaku sudah mendaftar ke KPU DKI, Selasa (17/7) malam kemarin.
Taufik merupakan mantan terpidana korupsi yang pernah divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 dalam kasus korupsi. Taufik, yang kala itu sebagai Ketua KPUD DKI, terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam pengadaan barang dan alat peraga Pemilihan Umum 2004. (idh/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini