"Perma (Peraturan MA) membuat tata caranya, itu jadi dokumen saja dipilih. Kalau digelar perkara di MA, seperti di Mahkamah Konstitusi, tidak bisa dibayangkan," kata jubir Mahkamah Agung Suhadi kepada wartawan di Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/7/2018).
Berdasarkan aturan di tubuh MA, Suhadi mengatakan diberi kewenangan untuk menguji materi di bawah undang-undang. Saat aturan tersebut belum ada, MA pernah melakukan uji materi atau judicial review mengenai Undang-Undang Pilkada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkara berkaitan dengan bupati dan wali kota dilakukan di pengadilan tinggi dan, terkait gubernur, kewenangannya ada di tangan MA. Tapi Suhadi mengatakan majelis hakim tidak bisa bekerja. Sebab, pendukung masing-masing masuk ke ruangan dan membuat keributan.
"Itu pernah ada sidang di situ, udah nggak bisa kerja. Pendukung masuk, ribut sekali. Jadi sebab itu, sementara sekarang menurut ketentuan yang ada hanya dokumen yang dikirimkan bahwa peraturan di bawah UU yang bertentangan di bawah UU," tegasnya.
Tertutupnya proses perkara uji materi di MA ini, menurutnya, tidak terkait dengan batasan 14 hari masa sidang setelah perkara diregistrasi oleh panitera.
"Proses itu hanya dokumen-dokumen. Tidak terlalu bermasalah karena membutuhkan kecepatan," katanya.
Bila MK bisa menggelar sidang judicial review secara terbuka, mengapa MA tidak? (bri/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini