"Ini murni saya buat untuk diri saya sendiri, kalau ada yang bilang meresahkan atau menyesatkan, itu tidak benar. Saya toh sudah kasih tulisan imbauan di gapura depan agar masyarakat tidak sesat,"ujar Nur Bintaos saat ditemui detikcom di padepokannya di Dusun Ganting, Desa Patemon, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, Selasa (10/7/2018).
"Saya buat nisan raksasa itu berdasarkan logika, agar anti banjir makanya ukurannya besar. saya kan cuman buat sepasang kok malah dipersoalkan. Dan lagi ada yang bilang saya musyrik, bukan islam. Kata siapa? Istri saya lho haji, dan saya juga bangun musala mewah. Anak saya juga dingajikan," kata Nur Bintaos.
Namun demikian, pria yang mendapat julukan bintaos karena sering bertapa di bawah pohon bintaos itu mengikhlaskan jika nantinya ada pihak yang ingin mengubah ukuran nisan raksasa miliknya. Dengan syarat ada ganti rugi, karena biaya pembangunannya yang mencapai Rp 150 juta.
"Ya silakan kalo memang ada yang mau merubahnya, tapi pastinya kan harus ada gantinya. Dalam ajaran agama mana pun, kan tidak boleh merugikan orang lain itu,"lanjut Nur Bintaos.
Nur Bintaos mengatakan bahwa ia juga pernah membuat patung Dewi Sri berukuran raksasa di areal yang sama. Namun saat itu sejumlah pihak menganggapnya haram, hingga akhirnya harus dibongkar.
"Dulu juga saya pernah bangun patung raksasa dan akhirnya dibongkar, kenapa punya saya saja. Di daerah lain kan ada, kenapa tidak dibongkar juga seperti patung 'Tangan Tuhan' di Bogor,"tandas Nur Bintaos. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini