"Terkait pengawasan proses pemungutan suara sampai dengan pukul 16.00 WIB, tercatat 1.792 dugaan kasus pelanggaran di 8.751 TPS," ujar anggota Bawaslu Rahmat Bagja, di Kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (27/6/2018).
Jumlah pelanggaran tertinggi, ada 735 pelanggaran, yakni TPS yang dibuka lebih dari pukul 07.00 alias terlambat. Pelanggaran kedua disebabkan tak tersedianya alat bantu bagi pemilih tuna netra yaitu sebanyak 457 kasus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendamping tidak menandatangani surat pernyataan 98 kasus, saksi menggunakan atribut paslon 88 kasus, visi misi paslon tidak dipasang di papan pengumuman 72 kasus. Logistik TPS tidak lengkap 41 dan DPT tidak dipasang di papan pengumuman 45 kasus," papar Bagja.
Dugaan pelanggaran juga ditemukan adanya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengarahkan pilihan pemilih sebanyak 40 kasus. KPPS tidak mengucapkan sumpah dan janji sebanyak 22 kasus. Kemudian ada TPS tidak dapat diakses sebanyak 29 kasus dan ada mobilitas pemilih sebanyak 10 kasus, serta intimidasi di TPS 4 kasus.
Di lokasi yang sama, anggota Bawaslu Mochamad Afifuddin mengatakan temuan ini merupakan hasil rekapitulasi dari daerah-daerah penyelenggara pilkada. Temuan ini dilaporkan secara online untuk ditindaklanjuti.
"Ini adalah jumlah rekapitulasi dari daerah-daerah, karena kita sudah menggunakan sistem pelaporan online yang dipunya divisi pengawasan, sebagai temuan awal untuk di tindak lanjuti," kata Afif. (jbr/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini