"Mungkin bisa dimakan oleh manusia, tapi saya kurang tahu bagaimana rasanya. Tapi kalau untuk ikan predator air tawar yang biasa dikonsumsi manusia itu seperti bawal, gabus," kata peneliti limnologi LIPI Prof Gadis Sri Haryani saat berbincang dengan detikcom, Rabu (27/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rupanya ikan jenis ini memang menjadi komoditas pangan di negara-negara yang dialiri Sungai Amazon di Amerika Latin, terutama di Brasil. Food and Agricultural Organization (FAO) PBB pun mencantumkan harga internasional dari ikan ini yakni US$ 20-US$ 25 per kilogramnya lewat situs resmi.
Dikutip dari situs resmi FAO, filet dari ikan arapaima gigas tak berduri. Pengemasan daging ikan arapaima dalam bentuk filet disebut FAO paling populer.
Ikan arapaima bisa dipanen jika sudah berumur 14 bulan setelah menetas dari telurnya. Pada 1 bulan awal, biasanya anak-anak ikan arapaima masih dilindungi oleh induknya.
Ikan arapaima yang berumur 14 bulan biasanya memiliki berat badan sekitar 10-12 kilogram. Biasanya ikan arapaima ini dibudidayakan dalam kolam-kolam berukuran sekitar 3 ikan per meter kubik.
Meski FAO PBB menyebut ikan arapaima bisa memberikan dampak ekonomi yang besar, namun 'monster sungai' ini dilarang masuk Indonesia. Larangan terdapat dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014 tentang larangan pemasukan jenis ikan berbahaya dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia.
Dalam pasal 2 peraturan tersebut dijelaskan bahwa setiap orang dilarang memasukan jenis ikan berbahaya dari luar negeri. Ikan Arapaima gigas masuk dalam salah satu daftar ikan yang dilarang itu. (bag/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini