"Kalau saya menyampaikan RKUHP itu sebaiknya KPK itu tetap menjadi satu lembaga pemberantasan korupsi, sebagai lembaga yang khusus," ujar Mahfud di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (25/6/2018).
Menurutnya, ambisi melakukan kodifikasi atau membukukan seluruh aturan pidana dalam satu kitab memang bagus. Namun, lanjut Mahfud, dalam praktiknya ini tidak bisa dilakukan. Pasalnya, hukum sendiri selalu berkembang dan perlu merespons perkembangan masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: KPK Siap Jelaskan soal RKUHP ke Jokowi |
"Nah, tindak pidana korupsi bisa dianggap yang secara khusus itu, perlu diberi wewenang khusus, dan itu bagian dari politik hukum nasional," kata Mahfud.
Politik hukum nasional itu disebutnya tidak harus dengan kodifikasi, tetapi bisa menggunakan hukum yang diatur secara khusus.
"Tapi tetap harus ada hukum hukum khusus yang memang merupakan wadah untuk memberikan treatment khusus terhadap jenis tindak pidana tertentu. Itu aspirasi yang saya sampaikan, dan mungkin ada kesamaan dengan KPK," tuturnya.
"Pokoknya KPK jangan sampai mati, dan keberadaan KPK itu sama sekali tidak melanggar politik hukum, tidak melanggar konstitusi. Itu selalu pilihan kita saja," imbuhnya. (nif/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini