Isu Radikalisme yang Bikin 'Gerah' 3 Kampus Ternama di Jatim

Isu Radikalisme yang Bikin 'Gerah' 3 Kampus Ternama di Jatim

Rahma Lillahi Sativa - detikNews
Selasa, 05 Jun 2018 08:45 WIB
Foto: Muhammad Aminudin/File
Surabaya - Pasca penangkapan terduga teroris di Universitas Riau (UNRI), muncul kabar adanya beberapa kampus di Indonesia yang diawasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) lantaran dinilai telah terpapar paham radikalisme.

Tiga di antaranya kabarnya berada di Jawa Timur, yaitu Universitas Brawijaya Malang (UB), Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Kendati baru sebatas isu, namun isu tentang ketiga kampus tersebut tengah diawasi oleh BNPT berhembus kuat di masyarakat.

Masing-masing kampus pun memberikan tanggapan tentang isu tersebut. Rektor UB, M Bisri mengaku tidak memungkiri adanya fenomena paham radikalisme dan terorisme di tengah civitas akademikanya.

Namun Bisri meyakinkan bahwa pihaknya telah melakukan pencegahan agar paham ini tidak menyebar secara luas. "Sebenarnya kalau dipetakan, dan dihitung, tidak begitu banyak jumlahnya," kata Bisri, Jumat (1/6/2018).

Sejumlah upaya yang dilakukan UB antara lain monitoring masjid dan mata kuliah. Namun di sisi lain, lanjut Bisri, mereka yang terindikasi larut dalam paham radikalisme dikenal licin menghindari pengawasan. "Kalau ada indikasi cepat kita mencegah, tapi iya itu, mereka seperti licin dan sulit terdeteksi. Meskipun ada jumlahnya sedikit, dan kita kesulitan mengungkapnya karena jumlah mahasiswa kita ribuan," bebernya.

Karena itu, UB juga melibatkan personel keamanan khusus yang bekerja layaknya intel. "Maka harus ada bantuan intel, dalam mendeteksi gerak mereka. Karena bisa dikatakan non organisasi yang tak terekspos. Beda dengan organisasi mahasiswa yang telah ada. Dalam perekrutannya terbuka, yang ini sulit terdeteksi," tegasnya.


Lain pernyataan Bisri, lain pula apa yang dikemukakan Rektor ITS. ITS merupakan kampus kedua yang mendapat tudingan santer telah terpapar paham radikalisme di Jatim. Namun Rektor ITS, Joni Hermana mengungkapkan selama ini tidak melihat adanya aktivitas yang mencurigakan di kampusnya.

Ia bahkan mengaku heran jika ada isu BNPT mengeluarkan pernyataan jika kampusnya tersusupi radikalisme. "Saya lebih baik menunggu BNPT untuk mengeluarkan datanya dulu saja. Soalnya selama ini saya merasa suasana kampus ITS kondusif, adem ayem," ujar Joni, Senin (4/5/2018).

Joni menambahkan, pihaknya selalu melakukan pendampingan dalam setiap kegiatan yang dilakukan civitas akademika agar dapat diawasi dan dikendalikan.

Tak hanya itu, sejak tahun 2015 atau saat Joni pertama kali menjabat sebagai rektor, pihaknya selalu melakukan pengelolaan kepada siapa saja yang akan dijadikan mentor. Mentor ini biasanya akan melatih sebuah tim yang mana anggotanya terdiri dari dosen dan mahasiswa. "Dan kami juga melakukan pengelolaan terhadap siapa saja yang akan dijadikan mentor oleh sebuah tim yang anggotanya terdiri dari dosen, dan mahasiswa," terang Joni.


Adanya kabar tentang pernyataan BNPT ini juga ditanggapi berbeda oleh Rektor Unair, Mohammad Nasih. Menurutnya pernyataan tersebut bukanlah tuduhan, melainkan peringatan. Ia pun justru berterimakasih karena peringatan ini.

"Tidak ada tuduhan, dari BNPT memberikan warning. Kami sangat berterima kasih terhadap warningnya," ujar Nasih, Senin (4/6/2018).

Namun sama halnya dengan Rektor ITS, Nasih ingin ada data yang jelas terkait siapa saja yang sedang diawasi di kampusnya karena dinilai terpapar radikalisme, semisal nama dan program studinya. Dengan begitu pihaknya juga dapat melakukan penindakan.

Nasih juga mengomentari informasi dari BNPT yang beredar di media massa di mana dikatakan mahasiswa kedokteran yang rentan tersusupi paham radikalisme. Menurutnya, kemungkinan itu sangat kecil mengingat mahasiswa kedokteran memiliki kesibukan yang tinggi.

"Kalau mahasiswa kedokteran mereka ndak bisa kuliah dengan 'santai'. Kesempatan mereka untuk tidak belajar itu sudah sangat tertutup. Peluang untuk (paham radikalisme) di FK terjadi secara statistik sangat kecil, karena mahasiswanya dalam tanda kutip kutu buku, udah ndak sempat apa-apa, untuk ngafe saja atau pacaran mereka ndak sempat," jelasnya.

Guru besar akuntansi ini pun mengaku tak nyaman jika penangkapan terduga teroris di kampus kemudian memicu masyarakat untuk memukul rata semua kampus, termasuk soal aktivitas mahasiswa.

"Kami tidak nyaman dalam tanda kutip jika mengaitkan itu dengan sebutan perguruan tinggi, seolah yang mengaitkan itu perguruan tingginya. Padahal kan hanya nila setitik kemudian rusak susu sebelanga," pungkasnya.


Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) juga menyebut 39 persen mahasiswa di Indonesia telah terpapar radikalisme. Bahkan ia mengatakan ada 3 kampus yang menjadi perhatian khusus karena menjadi basis penyebaran paham tersebut.

"39 persen mahasiswa terpapar paham radikal. Ada 15 provinsi yang jadi perhatian kita dan terus amati pergerakannya," tandas Kepala BIN, Budi Gunawan di Semarang beberapa waktu lalu.

Namun Budi enggan mengungkap secara gamblang kampus mana saja yang dimaksud. Namun yang pasti mahasiswa memang menjadi sasaran empuk oleh para teroris untuk menyebarkan paham mereka. Salah satunya karena kepolosan mereka.

"Kampus jadi lingkungan menjanjikan bagi pengusung paham radikal dan menjadikan mahasiswa sebagai target brainwash dengan manfaatkan kepolosan mahasiswa," terangnya.




Tonton juga video 'Lawan Radikalisme, Mendikbud Gaungkan Literasi untuk Toleransi':

(lll/lll)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.