Alasan baru itu dimuat dalam memori peninjauan kembali terhadap Putusan Mahkamah Agung RI, nomor: 1261 K/Pid.Sud/2015, tertanggal 8 Juni 2015 jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 74/PID/TPK/2014/PT.DKI, tertanggal 4 Ferbruari 2015 jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, nomor 55/Pid.Sus/TPK/2014/PN.JKT.PST, tertanggal 24 September 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemohon Peninjauan Kembali sebenarnya hanyalah korban politik dari suatu pertarungan internal dan persaingan yang tidak sehat dari rezim yang berkuasa. Pada waktu itu sering terjadi konflik internal dan pertarungan politik yang tidak sehat di dalam partai yang berkuasa. Hal itulah yang menjadi motif di balik perkara yang menimpa pemohon peninjauan kembali," tulis pihak kuasa hukum Anas dalam memori PK, Kamis (24/5/2018).
Atas dasar itu, pihak Anas melakukan analisa dan mengatakan bukan hal yang mustahil KPK digunakan rezim untuk menyingkirkan lawan politiknya. Ia juga mengatakan surat perintah penahanan terhadap dirinya ganjil karena ada frasa 'dan proyek-proyek lainnya'.
Untuk novum, yang pertama adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara nomor 103/HP/XVI/09/2013 tanggal 4 September 2013.
Laporan ini disebut sebagai bukti baru yang isinya tidak menunjukkan adanya peranan Anas atas perbuatan pidana yang didakwa penuntut umum. Hal itu pun disebut sangat berkaitan dengan uang pengganti yang dibebankan kepada Anas.
Novum kedua ialah testimoni dari Teuku Bagus M Noer tanggal 21 Desember 2017. Pokok testimoni itu adalah menerangkan kalau Bagus tidak pernah memberikan uang berapapun kepada Anas untuk pembelian mobil Toyota Harrier dan tidak pernah ada pemberian uang kepada Anas dalam rangka penyelenggaraan kongres Demokrat. Pemberian uang disebut dilakukan bagus ke Munadi Herlambang yang tak dikenal oleh Anas.
Yang ketiga adalah testimoni dari Marisi Matondang pada 15 Februari 2018. Pokok testimoninya disebutkan kalau keterangan Marisi dalam BAP tentang pemberian mobil Toyota Harrier kepada Anas merupakan arahan dari M Nazaruddin yang merupakan eks Bendum Demokrat yang seolah-olah berasal dari uang proyek Hambalang dengan uang cash Rp 700 juta dari PT Adhi Karya.
Uang itu yang diserahkan oleh Marisi kepada Yulianis disebut sebagai DP Toyota Harrier. Seluruh keterangan Marisi yang dituangkan dalam BAP disebut dilakukan karena intimidasi Nazaruddin.
Novum berikutnya merupakan testimoni sari Yulianis pada 15 Februari 2018. Pokok testimoninya adalah menyatakan kalau Yulianis bukan karyawab Anas melainkan karyawan Nazaruddin dan semua pekerjaan yang dilakukan Yulianis adalah atas perintah Nazaruddin.
"Pemilik Anugerah Group atau Permai Group adalah M Nazaruddin dan keluarganya bukan milik Pemohon Peninjauan Kembali incasu Anas Urbaningrum," tulis tim kuasa hukum Anas dalam memori PK.
Dalam memori PK ini, Yulianis juga disebut memberi keterangan kalau tak ada uang dari Permai Group yang dipakai Anas untuk keperluan pemenangan di kongres Demokrat. Uang untuk pemenangan Anas di kongres disebut berasal dari sumbangan tak terkait kewenangan Anas atau proyek apapun.
"Bahwa dari keadaan baru tersebut sangat jelas dan terang siapa sesungguhnya owners dari Permai Group yang ternyata sesuai fakta hukum adalah Muhammad Nazaruddin bukan Pemohon Peninjauan Kembali," tulis memori itu.
Selain novum, dalam memori PK, Anas juga menyatakan ada kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dalam putusan perkara pemohon peninjauan kembali aquo.
Di akhir, Anas dan timnya berharap membatalkan putusan kasasi, membebaskan Anas dari segala dakwaan, mengembalikan harkat dan martabat, kemerdekaan, serta nama baik Anas dan membebankan biaya perkara kepada negara dan/atau berharap diberikan putusan yang seadil-adilnya. (haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini