"Kita lihat bagaimana peran dia dalam jaringan terorisme ini. Dia adalah pendiri JAD (Jamaah Ansharut Daulah). Dia yang mengerahkan jaringannya untuk melakukan action, gerakan, dan sebagainya, dan dia residivis, sehingga tentunya itu sangat membahayakan kehidupan kemanusiaan," kata Prasetyo kepada wartawan di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (18/5/2018).
Prasetyo berharap majelis hakim dapat memutus hukuman yang setimpal bagi Aman. Apalagi, menurut Prasetyo, fakta-fakta perbuatan Aman sudah dirinci dalam surat tuntutan yang dibacakan pagi tadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika ditanya tuntutan mati itu menjadi efek kejut bagi anggota JAD yang masih berkeliaran, Prasetyo menyerahkannya ke publik. Yang pasti, menurut Prasetyo, tuntutan itu sudah sesuai.
"Ya kalau dia anggap sebagai efek kejut, silakan saja, yang pasti (tuntutan) itu sesuai dengan porsinya," ucap Prasetyo.
Tuntutan mati terhadap Aman dibacakan pagi tadi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Jaksa meyakini Aman menjadi otak sejumlah rencana teror di Indonesia, termasuk bom Thamrin pada 2016.
Menurut jaksa, Aman lewat JAD menggerakkan aksi bom Gereja Oikumene di Samarinda, bom Thamrin, bom Kampung Melayu, serta penembakan polisi di Sumatera Utara dan Bima. Jaksa pun menuntut agar Aman dihukum mati. (dhn/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini