"Terdakwa meyakini demokrasi termasuk syirik akbar yang bisa membatalkan keislaman seseorang," tutur jaksa Anita Dewayani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera, Jumat (18/5/2018).
Buah pemikiran Aman itu, lanjut Anita, disampaikan dalam ceramah-ceramah dan tulisan yang diunggah di situs internet. Bahkan saat dijebloskan ke penjara di Nusakambangan, Aman tetap menyampaikan ceramah tersebut kepada para napi dan tamu yang datang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Aman, sistem demokrasi, salah satu yang dianut di Indonesia, berhubungan langsung dengan kemusyrikan. Masih menurut Aman, dengan menganut demokrasi, itu berarti menganut paham agama dengan mempercayai tuhan lebih dari satu.
"Terdakwa menganggap, dalam sistem demokrasi, tuhannya bukan Allah. Dalam pembuatan syariah atau aturan kehidupan atau hukum atau undang-undang yang berlaku atas manusia, akan tetapi hukum yang berlaku adalah hukum yang dibuat oleh manusia, dalam hal ini MPR dan DPR. Tuhan yang ditaati dalam demokrasi ada banyak karena tuhan pembuat hukum jumlahnya banyak," tutur Anita.
Di luar sidang, apa yang menjadi pemikiran Aman ini ditentang oleh banyak kalangan. MUI menyatakan pemikiran radikal yang berbuah aksi pengeboman sangat tidak sesuai dengan Alquran.
"Perbuatan ini adalah perbuatan yang sangat biadab, apalagi sampai tega mengorbankan keluarga, seorang ibu dan anak-anaknya yang masih di bawah umur. Tindakan ini sungguh tidak sesuai dengan ajaran agama apa pun, termasuk agama Islam. Dalam Alquran jelas dituliskan, 'Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya'," kata Ketum MUI Ma'ruf Amin.
Simak juga video "Dituntut Mati, Ini yang Memberatkan Aman Abdurrahman" hanya di 20Detik:
(fjp/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini