"Harus ditangani militer, (TNI) harus masuk," kata pengamat Al-Chaidar saat berbincang dengan detikcom, Rabu (9/5/2018).
Polri sebenarnya punya tim khusus yang menangani teroris, yakni Densus 88 Antiteror. Namun, menurut Al-Chaidar, dalam situasi ini, diperlukan aparat yang siap tempur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Negosiasi, sejauh ini, belum menunjukkan hasil yang bisa disampaikan kepada publik. Al-Chaidar memperkirakan Polri akhirnya akan mengambil tindakan terakhir, yakni menggempur teroris di dalam Rutan Mako Brimob.
"Saya kira pilihan itu yang akan dipilih polisi, karena cuma itu yang terlihat. Daripada buying time yang akan memperluas kesempatan mereka (teroris) untuk semakin menguasai Rutan," ungkapnya.
Upaya terakhir ini memang sangat berisiko. Sebab, bukan hanya ada napi teroris di dalam, tapi ada tahanan lain dan kemungkinan polisi lainnya yang bisa menambah daftar sandera.
"Sangat berisiko, (karena) para sandera kemungkinan dibunuh," ujarnya.
Di sisi lain, negosiasi dengan teroris juga dinilai tidak akan berhasil. Sebab, para teroris memiliki kemampuan militer dan mereka siap mati.
"Karena mereka (teroris) terlatih secara militer, sementara Polri tidak terlatih untuk bertempur, walaupun berbeda situasi dan amunisi mereka (teroris) mungkin tidak lebih banyak. Kemungkinan mereka fatalis, siap mati semua. Kalaupun ada negosiasi untuk konsumsi," tuturnya.
Bagaimana nasib Ahok di Mako Brimob? Tonton juga videonya:
(mei/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini