Polri-Kejagung Harap Diskriminasi Hukum Dihilangkan di RKUHP

Polri-Kejagung Harap Diskriminasi Hukum Dihilangkan di RKUHP

Audrey Santoso - detikNews
Rabu, 02 Mei 2018 19:22 WIB
Diskusi RKUHP (Audrey/detikcom)
Jakarta - Revisi Undang-Undang KUHP masih terus berproses di DPR. Sebagai instansi penegak hukum yang menjadikan KUHP sebagai dasar dalam bertindak, Polri-Kejaksaan Agung telah melakukan berbagai persiapan dan berharap RKUHP dapat menghilangkan diskriminasi hukum.

Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Divisi Hukum Polri Brigjen Agung Makbul mengatakan instansinya memiliki lima poin yang menjadi semangat pembaruan KUHP. Poin-poin tersebut intinya membicarakan kepastian hukum bagi seluruh elemen.

"Menjamin kepastian hukum, menciptakan kemanfaatan dan keadilan dalam proses pemidanaan, proses pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia," kata Agung dalam diskusi bertema 'Tantangan Harmonisasi Hukum Pidana dan Sistem Peradilan Pidana: Kesiapan Infrastruktur/Kelembagaan dan SDM' di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (2/5/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Tiga poin semangat pembaruan KUHP selanjutnya adalah meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan pemerintah dalam menyelesaikan konflik hukum dalam masyarakat dengan tetap menegakkan norma hukum sebagai salah satu upaya dari pemerintah untuk meningkatkan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia dan memperkuat penegakan dan supremasi hukum di Indonesia.

Polri memupuk harapan setelah RKUHP diundangkan agar dapat menjadi payung hukum yang bersifat menyeluruh bagi tindak-tindak kejahatan lain yang selama ini diatur dalam undang-undang lain. Kemudian dapat juga menjadi dasar pembahasan RUU KUHAP.

"RUU KUHP menjadi payung hukum dan kodifikasi bagi peraturan pidana yang saat ini diatur secara khusus sebagai core crimes, yang selama ini diatur pada undang-undang lain. Setelah RUU KUHP selesai, diharapkan segera ditindaklanjuti dengan penyusunan dan pembahasan RUU KUHAP yang substansinya dapat mengakomodasi permasalahan yang selama ini dihadapi para institusi penegak hukum dan bukan untuk mereduksi kewenangan institusi tertentu dalam penyelesaian perkara," terang Agung.



Persiapan Polri sendiri dalam menyambut KUHP yang baru adalah memberi pembekalan dini bagi anggota Polri selaku penyidik atau yang mengemban tugas operasional dalam menyikapi pasal-pasal yang sifatnya krusial dalam masyarakat.

"Setelah RUU KUHP diundangkan antara lain pasal mengenai agama, politik, perkawinan orientasi seksual, klenik, korupsi, penghinaan kepada elemen negara," sambung Agung.

Secara nyata, lanjut Agung, Polri telah melakukan beberapa hal untuk mendukung penerapan RUU KUHP, di antaranya dengan penguatan unit satuan kerja operasional Badan Intelijen dan Keamanan Polri.

"Menambah direktorat, yaitu Direktorat Keamanan Khusus, yang bertugas menangani dan mendeteksi dini radikalisme, teror spinonase, sabotase, propaganda yang mengancam keamanan dalam negeri," terang Agung.

"Baharkam Polri melakukan perkuatan fungsi Binmas lewat Korps Binmas. Bareskrim Polri membentuk Direktorat Siber untuk mengantisipasi kejahatan berbasis teknologi dan informasi serta sarana media elektronik. Brimob membentuk Pasukan Gegana untuk menangani masalah bom. Densus 88 Antitetor membentuk Direktorat Densus untuk identifikasi pelaku atau kelompok teror. Dan pemekaran Satgaswil Antiteror dari semula 10 provinsi ke 16 provinsi," imbuh dia.



Catatan Kejagung untuk RKUHP

Sementara itu, Kejaksaan Agung menguak bahwa sistem peradilan pidana selama ini masih banyak menyimpan problematika. Problem-problem tersebut menjadi catatan tersendiri bagi Kejaksaan Agung dalam menyikapi RUU KUHP.

"Kami akui adanya penyalahgunaan hukum oleh aparat penegak hukum. Kemudian fakta juga mengatakan bahwa sistem peradilan masih dipandang kurang independen dan imparsial. Ini bisa dibuktikan bahwa sistem hukum kita masih memuliakan hak individu daripada hak-hak korban," kata Koordinator pada Jampidum Kejaksaan Agung, Heri Jerman, pada kesempatan yang sama.

Heri mengungkapkan proses pembentukan peraturan selama ini lebih menguntungkan penguasa daripada kebutuhan sesungguhnya. "Ini bukan kejaksaan yang mengatakan, tapi ini hasil yang kita serap dari masyarakat," tambah dia.



Heri melanjutkan, sistem peradilan hukum pidana saat ini berjalan inkonsistensi dan diskriminatif. Praktik intervensi masih ada. Sisi pengawasan penegakan hukum pun masih rendah dan belum ratanya profesionalitas para penegak hukum.

"Masih terjadi inkonsistensi dan diskriminatif dalam penegakan hukum. Kita ketahui bahwa masih ada yang namanya intervensi, baik dari masyarakat maupun golongan tertentu dalam hal penegakan hukum ini. Rendahnya kontrol terhadap penegakan hukum, belum meratanya tingkat keprofesionalan para penegak hukum. Kita akui bahwa belum semua jaksa juga profesional. Karena itu kami akan terus tingkatkan profesionalisme jaksa," ungkap Heri.

Heri menyampaikan hakikat pembaruan KUHP adalah agar masyarakat sadar hukum dan hukum-hukum berguna untuk mengatur kehidupan yang berkembang secara dinamis.

"Sehingga perlu ada perubahan. Jaksa adalah pengendali perkara, tidak ada kata tidak siap. Tentu kita siap. Tentu kita akan meningkatkan profesionalisme dan moralitas jaksa. Bagaimana juga hukum memerlukan moral. Itu wujud kesiapan kejaksaan menyambut KUHP baru ini," ucap Heri.



Heri berharap pembaruan KUHP juga memberi manfaat di sisi pencegahan tindak kejahatan dan sisi pemulihan korban kejahatan.

"Diharapkan dalam KUHP yang baru, ada keseimbangan dalam hal prevention of crime yaitu pencegahan, yaitu treatment terhadap pelanggar, dan treatment terhadap masyarakat dan korban," tandas dia.

"Dan tidak kalah penting, bagaimana pembentukan KUHP baru harus ideal, yaitu berdasarkan UUD 1945. Kita harapkan instrumen hukum KUHP telah mengakomodasi segala aspek dengan baik, baik itu aspek filosofis, sosiologis, maupun yuridis," tutup Heri.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads