"Yang dihindari itu kalau politik praktis pragmatis. Misal pilih A, jangan si B. Pilih partai A, jangan B. Sudah menyebut nama, menyebut partai. Misal pilihlah presiden A, jangan capres lain, itu yang sudah politik praktis. Itu akan membelah umat," ujar Lukman di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/4/2018).
Politik praktis yang dimaksud yang menjurus ke arah kampanye. Apalagi, tahun ini sudah memasuki tahun politik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan kalau itu yang dilakukan, maka itu akan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara karena esensi bangsa dan negara bangsa yang religius. Ketika rumah ibadah diisi hal-hal politik praktis pragmatis menyebabkan pertikaian beragama," ucap Lukman.
Lukman kembali mengingatkan soal 9 butir seruan ceramah agama di tempat ibadah yang ia keluarkan tahun lalu.
Sementara, Lukman memperbolehkan jika tempat ibadah atau pengajian disisipi politik yang bersifat substantif. Politik substantif yang dimaksud Lukman adalah membicarakan masalah kebangsaan.
"Politik harus dimaknai 2 itu. Yang dibolehkan, diwajibkan politik substantif misalnya menegakkan keadilan, mencegah tindakan koruptif, menegakkan kejujuran, memenuhi hak-hak dasar. Itu politik substantif yang tidak hanya di tempat ibadah, di manapun setiap kita wajib menyebarkan itu karena itu esensi ajaran agama," kata Lukman. (dkp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini