Setahun sekali, dalam ritual Seba, mereka khususnya para baris kolot (orang tua) masyarakat adat Banten mengecek titipan sejarah di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
![]() |
Beberapa artefak peninggalan, baik sejak sebelum dan saat masa kesultanan Banten, mereka periksa satu per satu. Begitu datang, mereka memperhatikan sekilas posisi meriam Ki Amuk yang terletak di luar gedung museum, memperhatikan arca, senjata tradisional yang berkembang tempo dulu jenis golok, klewang, keris, dan fragmen kapal masa Banten menjadi jalur rempah dan lada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selesai ritual, mereka kemudian satu per satu memakan sirih. Ada campuran sejenis kapur dan rempah yang membuat gigi terlihat merah.
Saat ke museum ini, mereka juga begitu tertarik dengan satu meriam diperkirakan masa kesultanan Banten. Nama meriam ini tidak disebutkan secara spesifik. Memiliki ukuran jauh lebih kecil daripada meriam Ki Amuk yang dipajang di halaman depan museum.
![]() |
Di atas meriam itu sendiri terdapat keterangan bahwa saat masa kesultanan, Banten memiliki nama-nama meriam yang diambil dari bahasa lokal. Ada meriam Ki Kalantaka, Ki Urangayu, Ki Jajaka Tua, dan Ki Jimat.
Warga Baduy yang berkumpul ke meriam ini juga antre untuk memegang ujung meriam. Mereka terlihat menggenggam meriam dengan cara masing-masing jari tengah dan jempol bersentuhan. Ada yang pas dan ada juga yang tidak bisa menggenggam.
Jaro Saija, yang ditanya soal ini, enggan bercerita banyak kenapa mereka begitu tertarik pada meriam ini. Tapi memang ada maksud khusus kenapa mereka harus memegang meriam tersebut.
Ia sendiri mengatakan kewajiban adat setahun sekali ke museum kepurbakalaan di kawasan Banten Lama adalah rangkaian dari Seba. Selain mengecek jika ada kerusakan, ada ritual yang dilakukan supaya masyarakat aman dan tenteram.
"Sebetulnya kalau ke sini itu kan yang setahun sekali wajib nempo (mengecek/melihat) takut yang ada kerusakan. Kedua harus ada ritual upacaranya beberes, takut ada keresahan masyarakat, supaya masyarakat tentrem, nyaman," katanya saat berbincang dengan detikcom, Kota Serang, Banten, Sabtu (21/4/2018).
Segala benda di museum ini menurutnya adalah titipan. Selain harus diperiksa, benda-benda tersebut harus diawasi keberadaannya. Sebab, menurutnya, prinsip Baduy adalah, jika gunung dilebur dan lembah dirusak, akan ada bencana di mana-mana. Begitu juga benda-benda titipan dari masa lalu.
"Itu bisa bencana dan lain-lain kalau tidak dijaga," ujarnya. (bri/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini