Mereka berangkat dari desa Kanekes yang berjarak 50 kilometer dari kota Rangkasbitung. Warga Baduy Dalam yang terdiri dari tiga kampung yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik melarang warganya menggunakan aneka kendaraan.
Mereka berjalan kaki tanpa menggunakan alas melewati hutan dan menembus persawahan sejak pukul 04.00 WIB pagi. Tanda kelompok ini adalah ikat kepala dan pakaian yang serba putih. Sekitar pukul 16.30 WIB, para warga Baduy Dalam ini sampai ke pintu masuk alun-alun Rangkasbitung. Mereka bergabung dengan warga Baduy Luar yang datang menggunakan kendaraan pengangkut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala desa warga Baduy, Jaro Saija mengatakan Seba tahun ini adalah jenis Seba Leutik (kecil). Tahun sebelumnya, disebut sebagai Seba Gede. Bedanya adalah warga Baduy yang datang untuk bertemu kepala daerah tidak membawa serta alat-alat dapur sebagai seserahan. Hanya ada hasil bumi seperti pisang atau gula aren.
"Memang aturanya seperti itu. Kalau Seba bawa perangkat masak seperti aseupan (alat penanak nasi tradisional) atau hihid (kipas)," katanya Jaro Saija, Rangkasbitung, Lebak, Jumat (20/4/2018).
Jaro Saija juga mengatakan, warga Baduy Dalam di Seba tahun ini ada sekitar 47 orang. Mereka akan berjalan kaki kembali pada esok hari untuk melakukan perjalanan sampai Serang. Termasuk ada kelompok remaja yang ikut berjalan kaki.
Di Serang ini lah menurutnya akan bertemu dengan Abah Gede atau Gubernur Banten dalam upacara Seba. Ritual tahunan ini, bagi mereka dianggap wajib setelah melakukan adat Kawalu dan Ngalaksa.
Begitu sampai Serang, akan ada ritual adat berupa mandi di sungai Cibanten di Serang bagi para remaja yang baru pertama kali ikut Seba.
"Memang bagi yang baru (melaksanakan Seba) nanti ada ritualnya," katanya. (tfq/asp)