Jembatan yang dimaksud seharusnya ada di Dusun Damma, Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompobulu, Maros, Sulawesi Selatan. Sudah sejak 2015 jembatan itu tak selesai dibangun.
Daripada menunggu hal yang sulit diharapkan, masyarakat bisa ikut beraksi dengan menyumbangkan donasi lewat situs kitabisa.com. Hingga Rabu (18/4/2018) pukul 11.36 WIB, sudah terkumpul Rp 19.962.975 dana dari masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Target dana patungan ini adalah Rp 200 juta. Masih ada 29 hari lagi untuk mengumpulkan duit sebanyak itu.
Beragam nominal yang sudah disumbangkan masyarakat. Ada yang menyumbang Rp 50 ribu, ada juga yang menyumbang Rp 5 juta.
"Semoga dana cepat terkumpul dan pembangunan jembatan dapat selesai dengan cepat agar anak-anak bisa sekolah dengan selamat," kata seorang penyumbang anonim pada 17 April 2018, pukul 11.16 WIB.
"Semoga anak-anak tidak menempuh bahaya lagi," ujar penyumbang anonim yang lain, menyalurkan donasinya pada 17 April 2018, pukul 11.56 WIB.
![]() |
"Semoga bermanfaat untuk kelangsungan generasi muda bangsa meraih cita-cita. Tuhan memberkati!" kata donatur anonim pada 18 April 2018, pukul 10.57 WIB.
Sungai yang harus diseberangi para siswa ini sudah menelan korban jiwa. Beberapa tahun lalu, seorang ibu yang membawa dua anaknya menyeberang sungai itu hanyut dan semua ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Tak hanya itu, seorang warga yang meninggal dunia juga tidak disalatkan karena tidak satu pun pemuka agama yang datang karena kondisi air deras.
Saat detikcom berkunjung ke lokasi itu, Minggu (8/4/2018), siswa yang baru saja pulang dari sekolah menyeberang sungai menggunakan ban yang ditarik oleh siswa lainnya. Itu pun hanya ada satu-satunya ban, sehingga siswa itu harus bolak-balik menjemput.
![]() |
Ban itu hanya boleh dinaiki oleh siswa yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan pelajar perempuan. Sedangkan siswa lainnya berenang sambil membawa tas mereka menggunakan satu tangan. Bahkan beberapa dari mereka pun terseret arus hingga beberapa meter dari tempat awal mereka berenang.
"Ban ini dinaiki untuk anak SD sama anak perempuan saja, karena kita takut mereka terseret. Mereka semua bisa berenang. Tapi airnya memang deras dan dalam, jadi kita gunakan ban sebagai bantuan," kata seorang siswa SMP kelas 2, Iskandar.
Bagi mereka, rasa takut saat bertaruh nyawa menyeberangi sungai itu adalah bagian dari perjuangan meraih cita-cita. Iskandar, yang bercita-cita menjadi guru, bermaksud membuka sekolah di kampungnya agar hal yang ia alami saat ini tidak lagi dirasakan oleh anak-anak lain.
"Saya mau jadi guru, biar nanti saya buka sekolah di kampung saya. Saya tidak mau melihat lagi anak-anak nantinya seperti kami ini. Kalau dibilang takut, pasti adalah. Tapi harus bagaimana lagi. Ini kita anggap satu perjuangan," ungkapnya.
Saat ini, baik siswa maupun warga sangat berharap jembatan itu segera dirampungkan. Jembatan itu merupakan satu-satunya harapan mereka untuk melanjutkan kehidupan mereka yang lebih baik. Pasalnya, tak jarang hasil pertanian dan kebun mereka tidak bisa dijual karena tidak ada akses.
Yuk, ikut berdonasi membangun jembatan masa depan bagi anak-anak Dusun Damma, Desa Bonto Matinggi, Sulsel. Dengan begitu, mereka tak perlu lagi bertaruh nyawa dengan menyeberangi sungai deras ketika ingin berangkat ke sekolah.
(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini