Sidang praperadilan itu dimulai pada Senin (16/4) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut ada tiga poin permohonan gugatan yang disampaikan tim kuasa hukum Asrun, yaitu penetapan tersangka yang tidak sah, belum ada dua alat bukti yang sah, dan penahanan yang tidak sah.
Menurut Febri, tim Biro Hukum KPK telah menampik seluruh permohonan itu dalam persidangan hari ini, Selasa (17/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindakan termohon membawa pemohon merupakan tindakan sah dan berdasar atas hukum. Hal ini terkait dengan Pasal 1 angka 19 KUHAP tentang definisi tertangkap tangan, dan bahwa sesuai Pasal 18 ayat 2 KUHAP dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah penangkapan," tutur Febri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Selain itu, Febri mengatakan, dalil terkait penetapan tersangka telah dijawab KPK. Kemudian, terkait penahanan, Febri mengatakan hal itu adalah kewenangan penyidik.
Asrun sebelumnya terjaring dalam operasi tangkap tangan. Dia ditangkap bersama putranya, Adriatma Dwi Putra, yang menjabat Wali Kota Kendari.
KPK menyebut Adriatma meminta suap kepada rekanan proyek di Kendari untuk kepentingan kampanye ayahnya. Meski sudah tidak menjabat sebagai Wali Kota Kendari, Asrun disebut KPK masih memiliki kendali.
Dana bantuan kampanye itu dimintakan kepada Dirut PT SBN Hasmun Hamzah. PT SBN, disebut KPK, merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari sejak 2012. Pada Januari 2018, PT SBN juga memenangi lelang proyek jalan Bungkutoko-Kendari New Port senilai Rp 60 miliar.
Hasmun lalu memenuhi permintaan itu dengan menyediakan uang total Rp 2,8 miliar. KPK kemudian menetapkan ketiganya beserta mantan Kepala BKSAD Kendari Fatmawati Faqih sebagai tersangka. Peran Fatmawati ini diungkap sebagai orang kepercayaan Asrun yang menjalin komunikasi dengan pengusaha. (nif/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini