"Kami melihat bahwa fakta hukumnya, praperadilannya sejauh ini tidak ada penyimpangan," ujar Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah, saat dihubungi detikcom, Rabu (11/4/2018).
Abdullah menyebut amar putusan praperadilan yang diketok hakim Effendi Mukhtar memang baru pertama kali terjadi. Effendi dalam putusan praperadilan meminta KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus Century dari eks pejabat Bank Indonesia, termasuk Boediono.
"Silakan publik mengkritisinya atau silakan teman-teman pertanyakan ke para ahli karena ini putusan memang baru pertama," ujarnya.
Selain itu, MA mempersilakan Komisi Yudisial (KY) menyelidiki putusan praperadilan tersebut dari ranah kode etik dan perilaku hakim.
"Silakan saja, wilayah KY sendiri kan masalah etika," kata Abdullah.
Hakim praperadilan dalam amar putusannya menerima sebagian permohonan gugatan MAKI. Hakim praperadilan memerintahkan KPK menetapkan tersangka baru, yakni sejumlah nama eks pejabat Bank Indonesia (BI), antara lain eks Gubernur BI Boediono, Muliaman D Hadad, dan Raden Pardede.
Dalam surat dakwaan, eks Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya didakwa bersama-sama sejumlah orang, yakni Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom (Deputi Gubernur Senior BI), Siti Chalimah Fadjrijah (DG Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah), Alm Budi Rochadi (DG Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan), dan Robert Tantular serta Hermanus Hasan Muslim, terlibat dalam pemberian FPJP ke Bank Century.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menghukum Budi Mulya 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Sedangkan di tingkat kasasi, hukuman Budi Mulya diperberat menjadi 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).
Budi Mulya dinilai majelis hakim merugikan keuangan negara sebesar Rp 689,894 miliar dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan sebesar Rp 6,762 triliun dalam proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. (rvk/fdn)