"Permainan kontestasi diam-diam pencapresan di PKS keras sekali, sangat keras. Segala cara sudah dipakai. Saya salut dengan Mardani dan Anis Matta yang tampil terbuka. Juga Ahmad Heryawan yang mulai keliling sosialisasi. Kalau tampil dan terbuka maka permainan ini bisa dilihat dan dikontrol banyak orang. Ada fairness. Jangan sampai PKS sudah hancur-hancuran, tapi di ujung tiket pilpres malah dibeli orang lain," kata anggota DPR dari PKS Mahfudz Siddiq kepada wartawan, Senin (9/4/2018).
Memang tak semua bakal capres PKS berani muncul ke permukaan. Hanya ada beberapa tokoh yang berani keluar dari tradisi politik silent ala PKS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dua sosok capres di PKS, Anis Matta dan Mardani yang menurut saya berani secara terbuka menantang Jokowi di pilpres 2019. Bedanya Mardani dengan gerakan #2019GANTIPRESIDEN, sementara Anis Matta dengan gerakan #ArahBaruIndonesia. Capres PKS yang lain nampaknya tidak manuver wacana dan gerakan. Entah apa sebabnya," ungkapnya.
Di luar nama itu sebenarnya ada beberapa nama yang juga ikhtiar menuju Pilpres 2019. Mereka semua bergerilya dalam diam.
"Kalau bicara hajat atau keinginan, setidaknya 4-5 orang yang ingin kontestasi. Masing-masing mungkin punya cara dan kartu yang berbeda. Misalnya yang menjabat gubernur akan gunakan kartu 'kepala daerah', yang menjabat presiden atau pimpinan majelis syuro juga akan pakai kartu 'pimpinan tinggi partai', dan yang mantan menteri bisa jadi akan pakai kartu 'pengalaman di pemerintahan'," ungkap Mahfudz.
Kontestasi capres PKS juga diwarnai serangan tajam ke capres tertentu. "Setahu saya kalau ada pengurus atau kader yang terlibat sebagai relawan atau tim pemenangan Anis Matta pasti akan berurusan sanksi. Mulai dari teguran, peringatan, penggantian hingga pemecatan. Terlalu banyak contoh kalau saya sebutkan satu per-satu," ungkap Mahfudz.
Baca juga: Pro-Kontra Sapu Bersih Loyalis Anis |
Mahfudz tak tahu persis kenapa gerakan menyingkirkan salah satu capres PKS itu begitu masif. "Karena pikiran awalnya yang tertanam dan menancap dalam adalah Anis Matta sebagai ancaman. Ancaman yang harus dilenyapkan sampai ke akar-akarnya. Dengan berbagai cara," kata Mahfudz yang juga salah satu loyalis Anis Matta ini.
Ia menyayangkan hal ini. Sebenarnya menjelang Pilpres 2019 PKS fokus pada konsolidasi internal.
"Pilkada 2018 di depan mata. Pemilu 2019 tinggal 365 hari lagi. Apakah PKS akan menghabiskan hari-hari itu dengan mengganti dan memecat kader sendiri? Jangan-jangan karena bicara terbuka begini, saya pun akan segera masuk daftar," katanya.
Capres Remang-remang
Soal capres PKS ini, menurut Mahfudz Siddiq, sebenarnya juga masih remang-remang alias belum jelas ujungnya.
"Urusan 9 capres ini agak remang-remang. Banyak kader dan pengurus partai juga tidak tahu akan dikelola seperti apa dan akan dibawa kemana ujungnya," ujar eks Wasekjen PKS era kepemimpinan Anis Matta ini.
Padahal PKS sebenarnya jadi salah satu penentu konstelasi Pilpres 2019. PKS harus lekas mengambil posisk konkret menatap Pilpres.
"Pertama harus jelas dulu proyeksi partai koalisi dan pasangan calonnya. Apakah paslonnya dengan Jokowi, Prabowo atau sosok baru di luar keduanya. Ini penting dan jadi bagian strategi pemenangan. Kedua, syarat yg harus dipenuhi calon tersebut, dari sisi kompetensi dan kapabilitas. Ini juga sama pentingnya," tegas Mahfudz.
"Nah hal semacam ini kan harus jelas juga. Karena kalau nggak jelas, jangan-jangan tiket dibeli orang lain. Kalau itu yang terjadi, yah 9 capres PKS hanya jadi pajangan di etalase saja," imbuhnya.
Namun yang terjadi malah sebaliknya, sampai sekarang belum ada forum bagi para capres PKS untuk adu visi-misi dan strategi. Padahal kader PKS dan masyarakat luas perlu tahu bobot dan elektabilitas masing-masing calon.
"Ini yang saya maksud proses 9 capres PKS itu remang-remang," sindir Mahfudz.
Alih-alih forum untuk pemaparan visi-misi capres, yang muncul malah isu miring bersih-bersih loyalis Anis Matta. Isu ini jadi bola salju, makin dibantah elite PKS justru makin membesar.
"Saya juga heran. Itu bukan tradisi organisasi di PKS. Pergantian mendadak dan sepihak, tanpa alasan dan prosedur yg jelas seperti diatur AD/ART. Dalam ingatan saya sejak awal berdiri partai ini tahun 1999, baru pada era kepengurusan sekarang terjadi kasus penggantian pengurus secara dadakan dan pemecatan kader dalam jumlah yang terus bertambah," kritiknya. (van/elz)