"Mengapresiasi niat pemerintah yang akan mengkaji kembali sistem pilkada langsung yang dilaksanakan selama ini. Harus diakui bahwa sesudah 3 kali kita melaksanakan pilkada langsung, ternyata hasil negatifnya lebih banyak dari positifnya. Terbukti banyaknya korupsi, upeti, pungli di daerah-daerah. Akibatnya, banyak gubernur, bupati, dan wali kota ditangkap karena kasus korupsi," kata Martin kepada wartawan, Sabtu (7/4/2018).
Martin mengatakan, dari beberapa provinsi, ada yang gubernurnya sampai 3 kali berturut-turut ditangkap KPK. Banyak kepala daerah terpaksa menyogok DPRD supaya mau menyetujui laporan APBD yang disampaikannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konstitusi di Indonesia, Martin melanjutkan, tak mewajibkan pemilihan langsung sebagai ajang memilih pemimpin. UUD 1945, masih kata Martin, hanya mengatakan pemilu harus demokratis.
"Dalam pengertian itu, kepala daerah yang dipilih oleh anggota-anggota DPRD hasil pemilu juga adalah demokratis. Apalagi sila ke-4 Pancasila mengatakan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan lebih mencerminkan sikap kita dalam berdemokrasi," ulas Martin.
"Sehingga saya menyarankan supaya pemerintah mengevaluasi hasil pilkada serentak yang akan dilakukan pada 27 Juni 2018 yang akan datang. Apabila hasilnya ternyata lebih buruk dari pilkada-pilkada langsung sebelumnya. Saya sarankan pemerintah supaya secepatnya mengajukan usul revisi Undang-Undangnya untuk kembali ke pilkada tidak langsung," pungkasnya. (tor/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini