Kata Penyair soal Kontroversi Puisi Sukmawati

Kata Penyair soal Kontroversi Puisi Sukmawati

Jabbar Ramdhani - detikNews
Selasa, 03 Apr 2018 14:53 WIB
Sukmawati Soekarnoputri (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Puisi 'Ibu Indonesia' karya Sukmawati Soekarnoputri menjadi kontroversi. Puisi tersebut disebut melecehkan Islam.

Penyair dan esais Indonesia, Ahda Imran, menilai puisi tersebut tak baik secara kualitas. Namun, menurutnya, tak boleh hanya ada tafsir tunggal atas puisi tersebut.

"Pertama, sebagai puisi, itu puisi yang jelek, ya. Puisi yang verbal. Tapi sejelek-jeleknya sebuah puisi, tak boleh puisi tersebut dikerangkeng hanya dengan tafsir tunggal," kata Ahda saat dihubungi, Selasa (3/4/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ahda mengatakan sebuah komunitas tak bisa memaksakan tafsir mereka dijadikan satu-satunya kebenaran atas sebuah puisi. Pria kelahiran Payakumbuh ini menambahkan, Sukmawati juga punya hak untuk memberikan argumentasi atas puisi tersebut.

"Cuma persoalannya puisi ini lahir dalam situasi sosial-politik yang lagi genting dengan sensitivitas agama. Sehingga puisi itu mudah direaksi oleh publik," ujar Ahda.

Menurutnya, kebebasan berekspresi juga perlu ditunjang dengan tenggang rasa dalam kehidupan.


Namun Ahda berpendapat reaksi yang disampaikan publik ada beberapa yang menurutnya konyol. Sebab, puisi Sukmawati kemudian dikaitkan dengan kehidupan politik.

"Yang lebih konyol lagi, puisi ini dikaitkan dengan Jokowi dan PDIP. Jadi ini persoalan sudah tidak keru-keruan. Lalu dikaitkan dengan Sukarno yang sempat membuat buku Islam Sontoloyo. 'Oh karena bapaknya itu dulu ini.' Itu kan tidak ke mana-mana," ucap dia.

Menurut Ahda, publik semestinya bereaksi lebih keras ketika ada kasus penipuan umrah. Sebab, kasus tersebut, kata Ahda, membungkus penipuan dengan agama.

[Gambas:Video 20detik]


"Itu nyata (merugikan). Itu persoalan hukum. Itu jelas hitam-putihnya. Dan itu kan agama dipakai kendaraan. La ini kan puisi, tafsirnya kan masih abu-abu," tuturnya.

Sukmawati sendiri sudah memberi klarifikasi soal puisinya itu. Dia menyebut puisinya itu merupakan opini dari realitas yang ada tanpa bermaksud menyinggung masalah SARA.

Dia mengatakan apa yang dia sampaikan dalam puisi itu merupakan pendapatnya secara jujur. Puisi itu ditulisnya berdasarkan realitas, namun tetap karya tulis tersebut ditulisnya seperti mengarang cerita. (jbr/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads