Hal itu disampaikan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengutip Gus Dur dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/3/2018).
"Saya sering ditanyakan soal pemikiran kebudayaan. Baik oleh teman-teman seniman, ataupun oleh para aktivis PMII dan aktivis perempuan. Bagi saya, karena kebudayaan merupakan the art of living, maka keragaman nilai dan ekspresinya pasti tak terhitung," ujar Cak Imin dalam diskusi di kantor DPP PKB, beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Cak Imin, upaya menyeragamkan, mendominasi, memonopoli, menjadi upaya yang harus ditolak. Indah bagi satu kelompok belum tentu dinilai indah bagi kelompok lain.
"Apa yang etis dan apa yang tidak sifatnya menjadi relatif, ya karena dia adalah seni itu tadi," kata Cak Imin.
Cak imin juga menyatakan bahwa seni hidup masyarakat di negara manapun tentu saja menjadi arena pertempuran terus-menerus.
"Pertempuran antara pasar dan inisiatif individu atau komunitas, antara Timur dan Barat, antara agama-agama dominan dengan tradisi, antara kapitalisme dan keadilan bagi yang miskin. Bahkan antara negara dengan warga," lanjutnya.
Karena itu, lanjut Cak Imin, dia tidak lagi menilai kebudayaan dalam makna tradisional. Dalam era IT yang serba digital dan cepat, pergeseran nilai dan persepsi lajunya cepat.
"Kita harus menerima bahwa ada banyak sekali nilai-nilai baru yang mengepung kita," ucap dia.
Cak Imin pun berpesan, tradisi lama yang baik untuk dilanjutkan. Nilai baru yang positif segera dipelajari.
"Yang penting itu lagi-lagi adalah teguh dalam prinsip, tapi luwes dalam bertindak," kata Cak Imin.
(nwy/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini