KMP Saja Pecah, Mungkinkah Ada Koalisi Permanen 212?

KMP Saja Pecah, Mungkinkah Ada Koalisi Permanen 212?

Jabbar Ramdhani - detikNews
Sabtu, 24 Mar 2018 09:19 WIB
Direktur Indobarometer M Qodari (Foto: Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta - Pada Pilpres 2014, muncul Koalisi Merah Putih (KMP) yang mengusung Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai pasangan capres-cawapres. Koalisi ini berhadapan dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Menjelang Pilpres 2019, kembali adanya wacana koalisi parpol yang pernah tergabung di KMP. Koalisi ini muncul sebagai arahan atau saran dari Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab. Jubir FPI Slamet Maarif menyebut koalisi ini sebagai Koalisi Permanen 212.


Pengamat politik sekaligus Direktur Indobarometer M Qodari menilai aneh dengan pemberian nama koalisi ini. Pasalnya, penamaan tersebut dari dari kelompok di luar parpol dan peristiwa 212 bukan merupakan peristiwa yang dijalankan parpol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama, saya aneh jika disebut koalisi 212. Karena setahu saya, peristiwa 212 bukan peristiwa partai politik. Itu bukan pertemuan atau koalisi parpol. Itu kan kelompok masyarakat," ujar Qodari dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (23/3/2018) malam.

Hal kedua, menurutnya koalisi ini tak akan kuat karena bukan diinisiasi langsung parpol-parpol. Dia mengambil contoh adanya Poros Tengah pada tahun 1999 yang mengusung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai capres alternatif.


Karena digerakkan langsung parpol, pengusungan tersebut dapat berjalan dan mendorong Gus Dur sebagai presiden ke-4 RI. Qodari tak melihat hal tersebut di Koalisi Permanen 212 ini.

"Kedua, menurut saya agak sulit jika bicara pola koalisi semacam ini jika diendorse dari luar. Kita ingat, misalnya tahun '99, ada Poros Tengah yang motornya itu Pak Amien Rais, dan lain-lain," tuturnya.

"Poros tengah itu bisa berhasil menaikkan Gus Dur jadi calon presiden. Poros Tengah itu bisa terjadi karena inisiatifnya dari parpol sendiri bukan dari luar sehingga berhasil. Jadi menurut saya, kalau mau berhasil, memang keinginan itu harus datang dari dalam (internal parpol). Bukan dari luar. Karena yang aktor sesungguhnya para aktor politik itu bukan dari kelompok para masyarakat," sambung dia.


Menurutnya, Koalisi ini dapat mengambil langkah politik seandainya sudah mengakomodasi pemikiran dari para petinggi keempat partai yang tergabung. Di luar hal itu, Qodari tak memandang koalisi ini akan dapat menjadi penantang Jokowi di 2019.

Terlepas dari efektifitas langkah politik Koalisi Permanen 212, Qodari belum melihat kerja sama ini dapat berumur panjang. Sebab, koalisi ini belum sepenuhnya terbentuk dan ada kesepakatan bersama di antara keempat partai.

"Boro-boro umurnya panjang, jadi juga belum tentu. Ngomong umur panjang-pendek itu kalau sudah lahir, barangnya sudah jadi. Ini jadi juga belum. Jadi dulu dong. Baru komentar umur panjang-pendek. Jadi juga belum, diterima juga belum ide ini. Jadi kita lihat dulu, diterima atau nggak idenya," tuturnya.


Sebelumnya diberitakan, Habib Rizieq Syihab mengusulkan Gerindra-PKS-PAN-PBB mewujudkan Koalisi Permanen 212 untuk Pilpres 2019. Koalisi ini diharapkan dapat melawan Jokowi di Pilpres 2019 nanti.

Koalisi 212 ini memang sudah direncanakan Habib Rizieq sejak lama. Karena itu, Rizieq mengimbau Koalisi Permanen 212 segera dipatenkan untuk bersama-sama mencari penantang Jokowi di Pilpres 2019. (jbr/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads