Menurut cak Imin, tradisi lama yang bagus jangan dibuang, sambil membuka diri pada tradisi baru yang positif.
"Islam itu nyantai, mudah, indah, happy, manis, dan damai. Tradisi sesajen nggak dimusuhi tapi dirangkul pelan-pelan dengan damai, dan berhasil kan? Mudah-mudahan pendekatan para wali bisa kita pakai terus sampai kapanpun," ujar Cak Imin, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cak Imin mengatakan itu dalam orasi ilmiah pada acara Wisuda 900 mahasiswa dan mahasiswa Universitas Tirtayasa Banten, Serang, hari ini. Hadir dalam acara tersebut Gubernur Banten Wahidin Halim, Rektor Untirta Sholeh Hidayat, para dekan dan direktur program diploma, pasca sarjana, dan magister Untirta Banten. 900 Mahasiswa diwisuda Acara ini memwisuda sekitar 900 wisudawan.
Cak Imin menyampaikan semangat keislaman saat ini sedang tinggi-tingginya. Jumlah warga yang melaksanakan haji dan umrah meningkat. Musala-musala lebih ramai, acara-acara agama semarak, ustad dan ustazah tambah banyak. Perempuan berhijab sangat banyak, dengan segala modelnya.
Menurut Cak Imin, Islam itu menyerap nilai-nilai budaya lokal. Dulu ada tradisi pemberian sesajen oleh warga Hindu Nusantara.
Setelah Islam masuk, tradisi tersebut tidak dibuang atau dimusuhi oleh para wali. Tradisi tersebut diserap dan dimodifikasi.
"Kalau tadinya ditaruh di bawah pohon, jumlahnya sepiring, sekarang dimakan bareng di rumah sambil mengundang tetangga kiri kanan. Para wali mengajarkan berbagi dan silaturahmi. Sesajen akhirnya jadi selametan. Tadinya ditaruh di bawah pohon. Sekarang dimakan di rumah sambil doa," beber Cak Imin.
Cak Imin menambahkan, saat ini sudah jarang bisa bertemu perempuan mengenakan rok mini di mal-mal. Saat ini yang ditemukan perempuan berjilbab.
"Tensi kegairahan Islam yang tinggi ini sangat positif. Yang penting tidak terelasi dengan konflik global, sehingga tidak memunculkan konflik," ujar Cak Imin.
Sudurisme
Dalam acara itu, Cak Imin mengatakan, Indonesia dianugerahi 2 manusia hebat abad 20-21, yaitu Sukarno dan Gus Dur. Yang satu adalah pahlawan nasional, yang satu sedang dia perjuangkan agar bisa jadi pahlawan nasional.
"Gagasan Sudurisme (Sukarno dan Gus Dur) saya serap dari dua tokoh ini, dalam konteks Indonesia millennial. Saya bangga mengambil pemikiran tokoh nasional dengan reputasi global," kata Cak Imin.
Menurut Cak Imin, Sukarno nggak kalah dibanding Mahatma Gandhi, Roosevelt, atau Churchill. Gus Dur sebanding dengan Castro, Kemal Pasya, dan Gamal Abdul Nasser.
"Bangga saya. Inti dari Sudurisme adalah kemanusiaan, keadilan sosial, dan kemandirian ekonomi," ucap dia.
Kemanusiaan itu gagasan universal yang melampaui sekat agama, ras, etnis, dan golongan. Hubungan baik sesama manusia sama pentingnya dengan hubungan baik dengan Tuhan.
Dalam konteks ekonomi Sudurisme berpegang pada prinsip kemandirian. Kita menerima globalisasi sebagai peluang dan kompetisi. Namun globalisasi sebagai bentuk kolonialisme baru ditolak bahkan dilawan.
"Misalnya produk impor itu oke sepanjang harganya tidak merusak nilai tukar petani dan tidak karena semangat rente," kata Cak Imin.
Cak Imin menambahkan, demokrasi yang diperkenalkan Sudurisme yakni demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Artinya demokrasi yang bertujuan menciptakan keberesan politik, keberesan negeri, dan keberesan rejeki warganya.
"Tahap kita sekarang baru mampir di demokrasi politik. Artinya warga belum beres rejekinya," ucap Cak Imin.
(nwy/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini