"Sudah 42 nota diplomatik maupun surat yang dikirimkan, baik oleh KJRI Jeddah, KBRI Riyadh, maupun surat pribadi dari Dubes kita di Riyadh, kepada tokoh-tokoh masyarakat maupun kepada pejabat-pejabat tinggi di Pemerintahan Arab Saudi," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Lalu Muhammad Iqbal di kantor Kemlu, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Senin (19/3/2018).
Presiden RI juga sudah tiga kali mengirimkan surat kepada Raja Arab Saudi. Satu surat pada era Susilo Bambang Yudhoyono dan dua surat pada era Joko Widodo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan hampir semua upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk membebaskan Zaini dari hukuman mati sejak kasus ini muncul pada 2004. KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh juga sudah 40 kali berkunjung ke penjara.
Pengacara juga sudah beberapa kali ditunjuk, dari 2011 hingga 2016, dan pengacara sejak 2016 sampai 2018. Selain itu, kata Iqbal, pihak keluarga pernah diajak berkunjung ke Saudi.
"Kita sudah fasilitasi keluarga untuk berkunjung ke Arab Saudi tiga kali. Satu kali pada era Presiden SBY, dua kali pada era Presiden Jokowi. Kenapa kita memfasilitasi keluarga, karena ini adalah hukuman mati qisas, yang bisa memberikan pemaafan hanya keluarga ahli waris (korban). Jadi kita fasilitasi keluarga untuk bertemu dengan ahli waris korban. Namun, sampai detik terakhir, ahli waris korban menolak memberikan pemaafan," tuturnya.
Iqbal menerangkan Zaini Misrin merupakan WNI asal Bangkalan, Madura, Jawa timur. Dia pertama kali berangkat ke Arab Saudi pada 1992 untuk bekerja sebagai sopir pribadi.
Sempat kembali ke Indonesia, dia berangkat lagi pada 1996 untuk kedua kalinya dan bekerja pada majikan yang sama sebagai sopir pribadi sampai dia ditangkap pada 13 Juli 2014.
"Pada tanggal 13 Juli 2004, Zaini Misrin ditangkap oleh Kepolisian Mekah atas dasar laporan yang disampaikan oleh anak kandung korban. Tuduhannya adalah melakukan pembunuhan terhadap majikannya yang bernama Abdullah bin Umar.
Kemudian, Mahkamah Umum Mekah menetapkan hukuman mati qisas untuk Zaini pada 2008. Setelah vonis itu, pengacara Zaini segera mengajukan banding dan dilanjutkan dengan kasasi. Namun, baik pengadilan tingkat banding maupun kasasi menguatkan kembali putusan yang telah ditetapkan oleh pengadilan sebelumnya, yaitu hukuman mati qisas.
"Sejak 2008 itu, setidaknya sudah dua kali pemerintah melalui pengacara Zaini Misrin mengajukan permohonan peninjauan kembali dan semuanya pada era Presiden Jokowi, yaitu pada awal 2017 dan terakhir pada Januari 2018," ujarnya. (idh/bpn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini