"Tapi sayangnya berdasarkan hukum yang berlaku sekarang harus ada persetujuan dari yang tersangka, jadi kita nggak bisa melelang langsung kalau tanpa persetujuan tersangka," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (16/3/2018).
Untuk dapat memenuhi keinginan itu, KPK pun tengah menyusun draf untuk diusulkan menjadi Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Apabila Perma itu diketok nantinya, maka KPK bisa melelang barang sitaan tanpa persetujuan tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPK bekerja sama dengan MA, ini sebenarnya kami sedang ingin men-draf (merancang) sebuah peraturan Mahkamah Agung tentang pengaturan barang rampasan dan barang sitaan ini. Yang salah satunya kami inginkan tidak perlu izin atau persetujuan, tetapi hanya pemberitahuan," ujar Syarif.
Nantinya, menurut Syarif, ada sistem yang menyimpan nilai barang yang dilelang itu. Setelah adanya putusan inkrah barulah KPK bisa menentukan apakah nilai barang itu dikembalikan ke tersangka atau dirampas negara, tentunya yang sesuai dengan putusan inkrah itu.
"Kalau nanti putusan setelah inkrah ini adalah dirampas oleh negara langsung diambil oleh negara, tapi kalau dikembalikan secara sah untuk melindungi juga hak-hak tersangka ini supaya jangan turut barang-barang yang gampang rusak atau nilainya turun," ujar Syarif.
Syarif pun mencontohkan barang sitaan berupa sapi dalam kasus yang menjerat mantan Bupati Subang Ojang Sohandi. Saat itu, setelah mendapat persetujuan Ojang, KPK melelang sapi itu meskipun kasusnya belum diputus di sidang.
"Masih ingat dulu menyita sapi, oleh karena itu kita langsung lelang jual dan kebetulan yang pemiliknya Ojang itu mau dia karena kasihan juga sapinya. Sapinya diurusin satu ekor bisa dibelikan mobil karena saking mahalnya," sebut Syarif.
(nif/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini