"Kasus ini pernah ditangani oleh Kepolisian Daerah Maluku Utara, beberapa tersangka lainnya telah dipidana," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (16/3/2018).
Kasus yang dimaksud Saut itu sama dengan yang saat ini ditangani KPK, yaitu kasus dugaan korupsi proyek fiktif pembebasan lahan Bandara Bobong. Saat itu, Ahmad merupakan Bupati Kepulauan Sula.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun pada 2017, tersangka AHM (Ahmad Hidayat Mus) mengajukan praperadilan dan PN Ternate mengabulkan gugatannya sehingga Polda Maluku Utara mengeluarkan SP3 untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut sesuai keputusan praperadilan yang menyatakan penyidikan tidak sah," kata Saut.
Setelah itu, KPK pun berkoordinasi dengan Polda dan Kejati Maluku Utara. KPK kemudian membuka penyelidikan baru atas kasus itu pada Oktober 2017, dan kini menetapkan Ahmad kembali sebagai tersangka.
Selain Ahmad, KPK menjerat adik Ahmad, Zainal Mus. Perbuatan korupsi keduanya diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,4 miliar.
"Dari total Rp 3,4 miliar yang dicairkan dari kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula senilai Rp 1,5 miliar diduga ditransfer kepada ZM (Zainal Mus) sebagai pemegang surat kuasa menerima pembayaran pelepasan tanah dan senilai Rp 850 juta diterima oleh AHM (Ahmad Hidayat Mus) melalui pihak lain untuk menyamarkan," ujar Saut.
"Sedangkan sisanya diduga mengalir kepada pihak-pihak lainnya," sambung Saut.
Atas perbuatannya, Ahmad dan Zainal diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (dhn/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini