Untuk diketahui, maksud dari amandemen terbatas yang sedang direncanakan MPR-BPIP ialah menjadikan kembali MPR sebagai lembaga tinggi negara. Poin inilah yang dipandang Inas berbahaya.
"Lembaga tertinggi negara akan memiliki pengertian bahwa ia adalah institusi di atas Presiden, DPR dan DPD dengan kewenangan yang luar biasa. Tentu akan menjadi berbahaya jika pimpinan lembaga tersebut tidak amanah," ucap Inas kepada wartawan, Jumat (16/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Amandemen UUD 1945 untuk Apa? |
Amandemen terbatas UUD 1945 bisa menjadikan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi dengan menghidupkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) seperti zaman Orde Baru, MPR pun saat itu seperti alat legitimasi melanggengkan penguasa.
Inas memandang, amandemen terbatas itu, jika jadi terwujud, juga sangat berbahaya bagi presiden yang menjabat. Jika presidennya lemah, sang kepala negara dapat diatur-atur MPR. Namun, andai sebaliknya, MPR lah yang akan kembali seperti zaman Orde Baru--hanya jadi alat pelanggeng kekuasaan.
"Kalau presidennya kuat maka MPR bisa dijadikan alat kekuasaan. Kalau presidennya lemah maka pimpinan MPR nantinya akan mengatur presiden," jelas Inas.
Untuk diketahui, status MPR sebagai lembaga negara tertinggi sudah batal lewat amendemen 1999-2002. Usai amendemen itu, MPR tak lagi menjadi lembaga tertinggi dan muncul perimbangan kekuasaan dari DPR dan DPD.
Terkini, Ketua MPR Zulkifli Hasan menjelaskan amendemen terbatas UUD 1945 bakal bergulir. Konsultasi dengan Presiden Jokowi bakal mengawali amendemen ini. Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri akan mengatur lebih lanjut pertemuan dengan Jokowi.
"Kalau yang amendemen bersepakat namanya terbatas di MPR. Amendemen terbatas hanya untuk haluan negara. Karena itu, perlu konsultasi dengan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Nanti Mbak Mega (Megawati) yang akan mengatur ke sana," ucap Zulkifli, Kamis (15/3). (tsa/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini