"Menolak permohonan untuk seluruhnya," putus Ketua MK Arief Hidayat, dalam salinan putusannya di website MK, Rabu (28/2/2018).
Dalam pertimbangannya, majelis menegaskan penggunaan e-money, terutama untuk jalan tol, bukanlah bentuk diskriminasi. Dalam hal ini, majelis menjelaskan, pemerintah tidak pernah memaksa warga menggunakan jalan tol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi warga bisa menggunakan jalan tol atau jalan biasa yang tak berbayar. Menurut Arief, unsur diskriminasi sebagaimana dianggap oleh warga tidak terbukti.
"Kebijakan tersebut bukanlah sebuah bentuk diskriminasi perlakuan kepada konsumen, karena konsumen tidak dipaksa dalam penggunaan jalan tol, melainkan konsumen diberikan kebebasan untuk memilih apakah konsumen akan menggunakan jasa jalan tol atau tidak. Namun jika konsumen memilih ingin menggunakan jasa jalan tol, maka konsumen diwajibkan untuk membayarnya dengan cara menggunakan e-money yang bertujuan agar lebih mudah dan cepat dalam membayarnya serta tidak mengantre terlalu lama di gerbang tol," ucap Arief.
Menurutnya, apabila ada pengendara yang tak punya e-money tapi tetap menggunakan jalan tol, hal itu bukanlah masalah konstitusional. Majelis juga menegaskan angka dalam e-money ialah angka rupiah yang dikonversi ke angka elektronik, bukan mata uang lain.
Namun majelis tetap mengingatkan pengelola jalan tol untuk tetap memikirkan warga dan pengguna jalan tol untuk mengantisipasi adanya kealpaan dalam penerapan e-money.
"Penyedia jasa jalan tol untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keadaan memaksa (force majeur), yaitu kedaruratan, kealpaan, hingga terjadi suatu keadaan yang menyebabkan kerusakan (error) pada mesin pembaca chip dalam e-money, termasuk kemungkinan adanya pengguna jalan tol yang tidak mengetahui keharusan penggunaan uang elektronik (e-money), sehingga pengguna jasa jalan tol tidak terjebak disebabkan oleh kemungkinan-kemungkinan tersebut," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, warga Bogor, Muhamammad Hafidz, keberatan terhadap sistem pembayaran jalan tol secara elektronik. Dia bersama pengacaranya mengajukan gugatan ke MK karena sistem pembayaran e-tol dianggap merugikan konsumen.
Hafidz menggugat Pasal 4 UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Gugatan itu diajukan pada 6 November 2017. (rvk/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini