Deklarasi dukungan PDIP terhadap Jokowi dilakukan lima bulan menjelang pendaftaran calon presiden dan wakil presiden yang rencananya dimulai 4 - 10 Agustus tahun ini. Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes menyebut pengumuman deklarasi dukungan hari ini adalah strategi PDIP.
Selaku parpol pengusung utama dalam 2014 lalu, mereka tak ingin popularitas Jokowi justru dimanfaatkan oleh parpol koalisinya. PDIP, kata Arya, berharap adanya berbagai efek positif dari penetapan Jokowi sebagai capres ini dalam pilkada serentak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PDIP menyadari dua parpol koalisi pemerintah, Partai Golkar dan Nasdem sudah menetapkan dukungan mereka kepada Jokowi untuk menjabat selama dua periode. Dari catatan detikcom Partai Nasdem menetapkan dukungan untuk Jokowi dalam Rakernas IV dan HUT ke-6 pada 15 November 2017 lalu.
Sedangkan Partai Golkar sendiri sudah menetapkan sejak Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) 22 Mei 2017 ketika dipimpin oleh Ketua Umum Setya Novanto. Walaupun kepemimpinan Partai Golkar sudah beralih kepada Airlangga Hertanto karena Setya terseret kasus korupsi, dukungan ini masih dilanjutkan.
"PDIP tidak ingin kehilangan momentum dan membiarkan parpol lain mencuri momentum kenaikan elektabilitas Jokowi," jelasnya
Selain itu dalam jangka menengah, dukungan ini akan mempengaruhi suara parpol menghadapi pemilu 2019 kelak. PDIP merupakan parpol tempat Jokowi berpolitik. Mereka merasa berhak meraup lebih banyak keuntungan elektabilitas Jokowi.
Selama ini kisaran popularitas Jokowi jika dihadapkan dengan capres saingannya dalam pilpres 2014 lalu, Prabowo Subianto, berkisar di angka 45 hingga 55 persen. Menurutnya target aman angka popularitas berada di angka 60 persen. Makanya selain meraup popularitas, pesan Arya, parpol pengusung harusnya turut bekerja menaikkan popularitas hingga memasuki angka aman.
"Paling tidak mereka turut mendukung keberhasilan kinerja bidang ekonomi dan membangun image positif terkait relasi segmen tertentu seperti anak muda, kelas menengah, dan perempuan," pesannya.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, menganggap dampak penetapan Jokowi sebagai capres dalam pilkada tidak besar. Pengusungan calon kepala daerah dilakukan oleh berbagai parpol. Bahkan peta politik tidak daerah tidak sama dengan koalisi di pusat
"Hanya di Pilgub Jawa Barat saja PDIP mengusung sendirian calonnya. Kalau yang lain kan ada koalisi," jelasnya.
Menurutnya penetapan pengusungan Jokowi sebagai capres oleh PDIP sendiri sudah merupakan keniscayaan. Jokowi merupakan kader terdepan PDIP dalam Pilpres 2019 kelak. Makanya sekarang atau nanti pasti diusung PDIP, lengkap dengan ebrbagai keuntungan elektabilitasnya.
(ayo/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini