"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Nofel Hasan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama Eko Susilo dan Bambang Udoyo," kata jaksa KPK saat membacakan tuntutan perkara ini di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).
Jaksa menyebutkan Nofel Hasan menerima uang suap USG 104.500 dalam proyek satellite monitoring itu dari Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) dan PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Penerimaan uang itu melalui pegawai PT MTI Adami Okta dan Hardy Stefanus yang mendatangi kantor Nofel Hasan di lantai dasar Bakamla, Jalan DR Soetomo. Keduanya membawa uang USG 104.500 untuk Nofel Hasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adami Okta menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa dengan disaksikan oleh Hardy Stefanus," ujar jaksa.
Fahmi Darmawansyah mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa di Bakamla dengan PT Merial Esa dan PT Melati Technofo setelah bertemu dengan staf khusus bidang perencanaan dan anggaran Kepala Bakamla, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi. Kedua perusahaan tersebut memenangkan pengadaan satellite monitoring dan drone.
Selain itu, jaksa menyatakan Nofel bersama Fahmi Habsyi, mengusulkan anggaran pengadaan satellite monitoring dan drone yang disahkan APBN-P Tahun Anggaran 2016. Untuk pengadaan satellite monitoring sebesar Rp 402 miliar dan drone sebesar Rp 580 miliar.
"Anggaran drone masih dibintangi artinya anggaran itu tidak dapat digunakan sebelum syarat-syarat tertentu dipenuhi, sehingga terdakwa Nofel Hasan bekerjasama dengan Ali Fahmi atau Hardy Stefanus melakukan pengurusan ke Dirjen Anggaran Kemenkeu untuk membuka tanda bintang pada anggaran drone," ucap jaksa.
(fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini