Di antaranya revisi terhadap Pasal 73 terkait kewajiban Polri membantu DPR dalam upaya pemanggilan paksa dan penyanderaan kepada pihak yang mangkir ketika dipanggil DPR. Pasal lain adalah soal hak imunitas anggota Dewan yang kembali dihidupkan lewat Pasal 245. Berikut ini bunyi pasal 245:
Anggota Komisi III F-PPP Arsul Sani pun belum sepenuhnya setuju dengan pengesahan RUU MD3 itu. Menurutnya, masih ada poin revisi yang perlu didalami, terutama pada Pasal 73.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyangkut isu-isu lain, memang MD3 perlu didalami. Bukan tidak setuju. Tapi masih minta didalami," kata anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.
"Misalnya soal yang terkait dengan panggilan paksa. Soal kewenangan baru MKD ini kan paling tidak pendalaman itu dilakukan dengan membuat penjelasan atas pasal itu, sehingga itu tidak menimbulkan kemudian kekhawatiran, ketakutan. Juga multitafsir dalam pelaksanaannya," sambungnya.
Revisi UU MD3 menyepakati aturan polisi wajib membantu DPR memanggil paksa lembaga atau individu yang mangkir dari panggilan. Aturan tersebut diatur dalam revisi UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) Pasal 73.
Revisi dalam Pasal 73 menyebutkan secara jelas bahwa kepolisian dapat melakukan 'penyanderaan' maksimal 30 hari kerja dalam rangka pemanggilan paksa. Untuk melakukan hal tersebut, pimpinan DPR dapat mengajukan permintaan tertulis kepada kepolisian untuk kemudian ditindaklanjuti. (tsa/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini