"Memang ini keputusan yang dibuat DPR dengan pemerintah tanpa bertanya pada MPR," ujar Hidayat pada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Padahal menurutnya pemilihan pimpinan MPR telah ditetapkan dalam UU MD3 tahun 2009. Dalam UU itu, kata Hidayat, pimpinan MPR seharusnya ditetapkan berdasarkan pemilihan terbuka. Tidak serta merta berdasarkan urutan pemenang pemilu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami pimpinan MPR tidak ditanyakan dan tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan itu. Sementara lagi-lagi pimpinan MPR itu aturannya ada di MD3," jelas Wakil Ketua Majelis Syuro PKS tersebut.
Meski begitu, Hidayat menyebut MPR tidak memiliki hak konstitusional untuk menolak keputusan itu. Pembahasan RUU MD3 pun hanya melalui mekanisme di DPR.
"Sekarang itu MPR diatur oleh DPR. Itu berakibat kalau mereka buat keputusan, kita tidak punya posisi konstitusional untuk menolak," sebut Hidayat.
Meskipun begitu, ia tidak keberatan atas hasil kesepakatan itu. Soal pembagian tugas serta tambahan anggaran karena pimpinan MPR semakin banyak, kata Hidayat, ia serahkan pada pembuat keputusan.
"Jadi memang ya silakan saja mereka sudah buat keputusan. Harusnya mereka sudah memikirkan nanti bagi tugasnya gimana, anggarannya dari mana, silakan dipikirkan," ucapnya.
"Anda yang buat keputusan, sekaligus Anda yang memikirkan anggarannya, tugas-tugasnya nanti beliau-beliau memimpin di bagian yang mana," tambah Hidayat.
Diberitakan sebelumnya, Baleg bersama pemerintah telah menyepakati tambahan 1 kursi pimpinan DPR dan 3 kursi pimpinan MPR. Artinya, jumlah pimpinan DPR menjadi 6. Sedangkan MPR menjadi 8.
Fraksi PDIP yang menang dalam Pemilu 2014 dipastikan mendapat masing-masing 1 kursi pimpinan DPR/MPR. Sementara dua kursi lainnya di MPR disebutkan akan diberikan pada Partai Gerindra dan PKB. Penambahan kursi pimpinan MPR mengakomodasi partai pemenang pemilu. (tsa/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini